Adat istiadat dan kebudayaan Semende sangat dipengaruhi oleh ajaran
islam. Adat istiadat Semende yang sampai dengan saat ini masih sangat
kuat dipegang oleh jeme Semende adalah adat istiadat tunggu tubang. Adat
ini mengatur hak warisan dalam keluarga bahwa anak perempuan tertua
sebagai ahli waris yang utama. Warisan tersebut seperti Rumah, sawah,
kolam (tebat), kebun (ghepangan), dsb., yang diwariskan secara turun
temurun. Warisan tersebut adalah harta pusaka tinggi, tidak boleh di
bagi, tetap untuk tunggu tubang, kecuali kalau tunggu tubang menyerah,
tidak mau lagi menjadi tunggu tubang.
Adat istiadat semende di bagi menjadi:
1. Asal dan Terjadinya Adat Semende
2. Pengertian Semende
3. Lambang Adat Semende/Tunggu Tubang
1.Asal dan Terjadinya Adat Semende
Pada umumnya Jeme Semende mengakui dan menyatakan bahwa Adat Semende
bertitik tolak dan berpedoman pada ajaran islam (kebudayaan islam) dan
terjadinya adat semende ini adalah hasil rapat/musyawarah para puyang
(ulama/wali) Semende yang bertempat di Pardipe Pagaruyung Marga Lubuk
Buntak Pasemah pada Abad ke-17 dan sebagai koordinatornya: Puyang Awak
(Nurqadim).
Catatan :
1. Puyang Awak (Nurgadin) pada tahun 1650 M adalah anak angkat Puyang
Baharuddin di Muara Danau dan dia tidak menyusuk/tinggal di tanah
Semende.
2. Isteri Puyang Awak adalah adik perempuan (kelawai) Puyang Leby (Abdul Qohar) tidak ada keturunan.
3. Puyang Awak belajar mengaji (memperdalam) agama islam ke Aceh,
gurunya Tuan Syekh Abdul Rauf Al Sinkili (1615–1693) yang pulang dari
Mekkah pada tahun 1661 M.
4. Suami adik perempuan (kelawai) Puyang Awak adalah Puyang Tuan Raje Ulie di Prapau Semende.
5. Tuan Syekh Abdul Rauf Al Sinkili adalah Wali Allah guru tarekat Satariyah, di antara muridnya adalah sbb :
- Syekh Burhanuddin Ulakan dari Sumatera Barat (1646 M)
- Syekh Abdul Muhyi dari Jawa Barat
- Syekh Nurqadin (Puyang Awak) dari Semende (1650 M)
Murid yang mendapat ijazah untuk mengajarkan/meneruskan tarekat
Satariyah dari Syekh Abdul Rauf al Sinkili adalah Syekh Burhanudin
Ulakan dari Sumatera Barat, dan Syekh Abdul Muhyi dari Jawa Barat, yang
mempunyai murid dan mendapat ijazah meneruskan tarekat Satariyah bernama
H.M. Hasanuddin dari Banten.
Puyang Hasanuddin inilah diantaranya yang diajak Puyang Awak (Nurqadin)
mencari tanah untuk anak cucu keturunan Semende sebagaimana yang telah
diutarakan terdahulu.
Adat Semende disesuaikan dengan ajaran islam (ilmu tauhid dan syariat
islam) untuk keselamatan dunia akhirat. Jadi Adat Semende itu termasuk
kebudayaan Islam. Di dalam Alquran berbunyi “ittaqullah” artinya
bertaqwalah kepada Allah dengan mengerjakan yang diperintah dan
meninggalkan yang dilarang. Dalam Adat Semende terdapat perintah/suruhan
dan larangan tersebut, yaitu :
a. Perintah/suruhan :
1. Menganut/memeluk agama islam
2. Beradat Semende
3. Beradab Semende
4. Betungguan (membela kebenaran)
b. Larangan/pantangan jeme Semende :
1. Sesama Tunggu Tubang pantang dimadukan, mengingat tanggung jawabnya berat
2. Bejudi/jaih/nyabung
3. Enggaduh racun tuju serampu (iri hati/hasut/dengki)
4. Nganakah duit/membungakan uang.
5. Maling tulang kance.
6. Nanam kapas/wanggean (Ringan timbangannye)
7. Nanam sahang (pantang garang/pemarah)
11). Mahyuddin BA bin M. Ramli Fakiruilallah guru tarekat Sammaniyah asal Paiman Sumbar
12).Dr.Hj. Srimulyati, MA (et al) Mengenal & Memahami Tarekat Muktabarak di Indonesia.
c. Sifat (motivasi) jeme Semende :
1. Benafsu (rajin bekerja)
2. Bemalu (sebagian dari iman)
3. Besingkuh (berbicara dan tingkah laku tidak sembarangan)
4. Beganti (setia kawan)
5. Betungguan (tidak goyah/mantap)
6. Besundi/beadab (tata krama, tata tertib)
7. Beteku (perhatian/suka membantu)
d. Fatwa Jeme Semende
1. Pajam suare dik be dane
2. Maluan nengah dik be pakai
3. Hilang baratan ghumah mighis
4. Kasih kance timbang ghase
5. Kasih sudare sesame ade
6. Kasih bapang sebelum marah
7. Kasih endung sepanjang mase
Menurut sejarah, pada jaman penjajahan Belanda, adat istiadat Semende
ini dibuatkan pelakat/piagam yang disimpan di Museum Betawi (Jakarta)
dan dijadikan pedoman Belanda untuk memberikan pertimbangan dan
memutuskan suatu perkara yang terjadi di Semende.
2. Pengertian Semende
Semende terdiri dari dua suku kata yaitu Seme dan Ende dengan pengertian
SEME = sama dan Ende = Harga. Semende = Sama Harga menurut logat
Semende same rege yaitu betine (perempuan) tidak membeli dan bujang
(lelaki) tidak dibeli. Pengertian Semende diartikan hubungan perkawinan
(semende) bahwa laki-laki datang tidak dijual dan perempuan menunggu
tidak membeli.
Semende menjadi Adat Semende disebut Tunggu Tubang yang penjabarannya dimulai berdasarkan :
1. Harta Pusake tinggi
2. Harte Pusake Rendah
Kedua-duanya tidak boleh di bagi dan sebagai penunggu ditunjuk anak
perempuan tertua, jika tidak ada anak perempuan, maka anak laki-laki
tertua sebagai tunggu tubangnya (anak belai). Harta Pusaka Tinggi yang
telah turun temurun (bejulat) kepada anak cucu, cicit (piut) dan
seterusnya sebagai ahli waris mempunyai hak dan kewajiban sebagai
berikut :
1. Sama waris, Sama harga
2. Sama menjaganya
3. Perempuan (Tunggu Tubang) hanya menuggu tidak kuasa menjual
4. Laki-laki berkuasa, tapi tidak menuggu
5. Sama-sama mengambil faedah baik laki-laki atau perempuan rumusannya :
1. Perempuan dibela, laki-laki membela.
2. Sama-sama mengambil manfaat, yaitu perempuan disayang dan laki-laki
disekolahkan tinggi, belajar mengaji sampai ke Makkah (Naun) dan
sebagainya.
3. Sama-sama mengambil untung, perempuan lekas kawin (semende) sehingga
orang tua berkesempatan mencari biaya untuk sekolah anak laki-laki,
mengaji dan biaya kawin (semende).
4. Sama-sama mengharapkan hasil, perempuan lekas berkeluarga (semende)
sehingga berkembang (berketurunan) dan laki-laki diantar kawin (semende)
ke tunggu tubang lain.
Pemelihara harta warisan adalah ahli waris laki-laki dengan tugas
mengawasi harta seluruhnya supaya tidak rusak, tidak berkurang, tidak
hilang, dan sebagainya. Lelaki tidak berhak menuggu, dia seorang
laki-laki seakan-akan Raja berkuasa memerintah dan diberi gelar dengan
sebutan MERAJE.
Anak belai adalah keturunan anak betine (Kelawai Meraje) mengingat
kelemahannya dan sifat perempuan (keibuan) maka ia dikasihi/disayangi
dan ditugaskan menunggu harta pusaka sebagai tunggu tubang, mengerjakan,
memelihara, memperbaiki harta pusaka dan ia boleh mengambil hasil
(sawah, kolam, tebat, kebun/ghepangan) tetapi tidak kuasa menjual harta
waris.
Seorang laki-laki di Semende berkedudukan sebagai MERAJE di rumah suku
ibunya (kelawainye) dan menjadi rakyat di rumah isterinya sehingga dia
meraje dan juga rakyat. Kalau warga Tuggu Tubang (Adat Semende) telah
turun temurun berjulat berjunjang tinggi, maka tingkat pemerintah
(Jajaran Meraje) tersusun sebagai berikut :
1. Muanai tunggu tubing, disebut Lautan (calon meraje) belum memerintah,
dan dapat menjadi wali nikah (kawin) bagi kelawainya (ayuk atau adik
perempuan)
2. Muanai Ibu Tunggu Tubang, disebut/dipanggil MERAJE
3. Muanai Nenek Tunggu Tubang, disebut/dipanggil JENANG
4. Muanai Puyang Tunggu Tubang, disebut/dipanggil PAYUNG
5. Muanai Buyut Tunggu Tubang, disebut/dipanggil LEBU MERAJE (RATU)
6. Muanai Lebu Tunggu Tubang, dipanggil ENTAH-ENTAH
Catatan :
1. Meraje = Memerintah (Kepala Pemerintah)
2. Jenang = Lurus, Lembut (Memberikan Pertimbangan)
3. Payung = Tempat Berteduh (Pelindung)
4. Lebu Meraje = (Ratu) dihormati (Penasehat)
5. Entah-Entah = Untuk Dikenang jasanya.
3. Lambang Adat Semende / Tunggu Tubang 14)
A. 1. Kujur = Lurus, Jujur
2. Guci = Teguh Menyimpan Rahasia (Terpercaya)
3. Jale = Bijaksana, Menghimpun
4. Tebat = Sabar
5. Kapak = Adil
Hasil Temu Karya Tetunggal Apit Jurai Tunggu Tubang Semende di Pulau Panggung Semende Tahun 1989.
B. 1. Bakul Betangkup = Teguh Menyimpan Rahasia
2. Niru = Tahu Membedakan Yang Baik dan Yang Buruk
3. Tudung = Suka Menolong (Melindungi)
4. Kinjar = Rajin, Siap Kemana Saja Pergi
5. Piting = Suka Menerima Tamu
6. Tuku = Pribadi Tepuji
7. Runtung = Tempat Rempah-Rempah