Telah
disebutkan terdahulu bahwa yang menjadi meraje itu adalah semua kakak dan adik
laki-laki dari ibu, berapapun banyak jumlahnya. Hanya saja, dalam melaksanakan
tugas-tugas yang berkenaan dengan hak dan kewajiban selaku meraje, biasanya
yang tertua lebih didahulukan, baru kemudian yang lebih muda sampai kepada yang
termuda. Kecuali apabila yang tertua telah menyerahkan hal itu kepada yang lebih
muda untuk mengambil kebijaksanaan dan atau melaksanakannya.
Di samping itu, kepemimpinan dan
peng-awasan ini mempunyai tingkatan-tingkatan sebagai-mana telah dijelaskan
oleh bagan Lembaga Adat Semende Meraje Anak Belai terdahulu. Tingkatan itu
adalah Payung meraje, Jenang meraje, dan Meraje. Payung
meraje berfungsi sebagai pengawas tertinggi terhadap tunggu tubang
dan semua anggota jurai atau keluarga. Jenang meraje, sebagai
pengawas tingkat kedua, sedangkan Meraje berfungsi sebagai pengawas
langsung atau pengawas pelaksana pada tingkat pertama.
Bila ada kesalahan yang diperbuat oleh tunggu tubang misalnya, maka payung
meraje memberi-tahukan hal itu kepada jenang meraje, lalu jenang
meraje memberitahukan kepada meraje, yang pada akhirnya meraje-lah
yang menegur tunggu tubang secara langsung bahwa dia telah membuat
kesalahan dan harus diperbaiki. Payung meraje dan atau jenang meraje
tidak berhak menegur tunggu tubang secara langsung. Peneguran itu harus melalui
jalur yang telah ditentukan, yakni dari payung meraje ke jenang
meraje, dari jenang meraje ke meraje, dan meraje-lah
yang memberikan teguran secara langsung kepada tunggu tubang sekaligus
memberitahukan perbaik-annya.
1. Hak-hak Meraje
Sebagaimana diketahui bahwa setiap
orang atau kedudukan mempunyai hak dan kewajiban masing-masing, begitu pula meraje
sebagai pemimpin keluarga dalam adat Semende. Dari hasil wawancara dengan
beberapa orang tokoh adat, tokoh agama, dan tokoh masyarakat di Semende, dapat
penulis ambil kesimpulan bahwa hak-hak meraje sebagai pemimpin dalam jurai
(keluarga) dan adat Semende adalah sebagai berikut:
a. Memimpin
Musyawarah
Masyarakat Semende adalah masyarakat
yang mengutamakan musyawarah dalam setiap mengambil keputusan-keputusan
penting. Baik hal itu berkenaan dengan masalah keluarga, kepentingan umum
ma-syarakat desa, ataupun yang berhubungan dengan masalah pemerintahan.
Dalam musyawarah yang menyangkut
masalah keluarga atau jurai dan yang berkenaan dengan adat, maka yang
memimpin musyawarah adalah meraje. Pendapat dan pemikirannya yang
terlebih dahulu didengarkan, baru ditanggapi dan dibahas oleh para anggota
keluarga lainnya. Pada akhirnya, setelah mendengar dan mempelajari semua
pembicaraan yang berkembang dalam musyawarah, meraje pulalah yang mengambil
kesimpulan dan atau keputusan-keputusan musyawarah yang harus diikuti dan
dilaksanakan oleh semua anggota keluarga.
b. Menetapkan Tunggu
Tubang
Sebagai pemimpin dalam jurai,
salah satu hak meraje adalah menetapkan siapa yang menjadi tunggu
tubang berikutnya dalam jurai itu. Meskipun pada dasarnya anak
perempuan tertua otomatis menjadi tunggu tubang, namun
penetapannya tetap melalui musyawarah seluruh anggota jurai yang
dipimpin oleh meraje. Lebih-lebih lagi bila dalam keluarga itu tidak ada
anak perempuan, maka musyawarah harus diada-kan untuk menetapkan siapa di
antara beberapa anak laki-laki yang akan menjabat sebagai tunggu tubang.
Dalam keadaan seperti ini, anak laki-laki yang dite-tapkan sebagai tunggu
tubang itu disebut tunggu tubang ngangkit.
Apabila dalam menjalankan tugasnya, tunggu
tubang berbuat kesalahan menurut aturan adat dan atau ajaran agama, maka meraje
pula yang berhak menegur, memarahi, memperingatkan, dan memberi-kan sanksi
kepadanya. Termasuk apabila kesalahan itu sudah sangat besar atau sudah berkali-kali
dilakukan, maka meraje berhak mencabut kedudukan tunggu tubang
dari yang bersangkutan dan memindahkannya kepada anak yang lain.
c.
Menjadi Juru Bicara atau Besuare
Yang dimaksudkan dengan besuare
atau berbi-cara di sini adalah menjadi juru bicara keluarga dalam hal-hal
tertentu. Misalnya memberikan sambutan me-wakili keluarga pada upacara
selamatan atau perni-kahan, mengajukan atau menerima lamaran bagi salah seorang
anggota jurai, dan menyelesaikan perselisihan atau mengadakan
permufakatan dengan pihak lain. Semua itu adalah hak bagi seorang meraje
untuk mewakili jurai dalam berbicara, yang dalam istilah adat Semende
disebut dengan besuare.
d. Dipatuhi Perintahnya dan Dijauhi Larangannya
Selaku seorang pemimpin,
selayaknyalah bila meraje dipatuhi perintahnya dan dijauhi larangannya.
Hal itu tentunya selama perintah dan atau larangan meraje itu tidak
bertentangan dengan aturan adat dan ajaran agama. Di sinilah pentingnya seorang
meraje mengetahui, mempelajari, dan mendalami aturan adat Semende dan ajaran
Islam agar dalam melaksanakan kepemimpinannya tidak bertentangan dengan kedua
sendi pokok kehidupan itu, sehingga apa-apa yang diperintahkan akan dipatuhi
dan apa-apa yang dila-rangnya akan ditinggalkan oleh para anak belai.
Itulah beberapa hal pokok yang
menjadi hak bagi seorang meraje sebagai pemimpin dalam jurai dan
masyarakat adat Semende.
2.
Kewajiban Meraje
Selain mempunyai hak yang harus
dipenuhi, seorang meraje juga memiliki kewajiban yang harus dilaksanakan
selaku pemimpin dalam jurai dan masyarakat adat Semende. Di antara
kewajiban-kewajiban meraje itu adalah :
a. Membimbing, Mengayomi, dan Mengawasi para Anak Belai
Kewajiban yang satu ini merupakan
fungsi utama diadakannya Lembaga Meraje Anak Belai pada adat
Semende. Meraje bertindak sebagai orang tua yang mendidik, membimbing,
mengayomi, dan mengawasi para anak belai yang ada dalam jurai
yang menjadi tanggung jawabnya, agar mereka dapat hidup layak sesuai dengan
aturan adat Semende dan ajaran agama Islam.
Meraje juga berkewajiban
melatih para anak belai, khususnya tunggu tubang dalam
melaksanakan upacara-upacara adat seperti pernikahan, menunggu rumah baru (nyemak
ghumah), dan takziah kematian.
b.
Memberi Hukuman atau Sanksi
Setelah memberikan bimbingan dan
didikan kepada para anak belai, maka meraje mengadakan pengawasan
terhadap mereka. Kalau ada di antara mereka, terutama tunggu tubang yang
berbuat menyalahi aturan adat dan atau ajaran agama, maka meraje
berkewajiban menegur dan memperingatkan agar tidak mengulang lagi perbuatan
itu. Akan tetapi, apabila sudah diperingatkan masih juga melanggar aturan adat
dan atau ajaran agama, maka meraje pula yang berkewajiban memberikan
hukuman atau sanksi sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan.
c.
Melestarikan Adat
Sebagai tanggung jawab pemimpin
adat, ten-tulah meraje itu harus menjaga dan melestarikan adat Semende.
Cara pelestariannya adalah dengan senan-tiasa melaksanakan semua aturan adat
itu. Di samping itu pula, meraje berkewajiban mengajari dan melatih para
anak belai bagaimana berbuat dan bertindak menurut aturan adat Semende
dalam kehidupan sehari-hari dan pada pelaksanaan upacara-upacara adat.
Selain itu juga, sebagai contoh bagi
para anak belai, meraje harus dapat memimpin pelaksanaan
upacara-upacara adat, mewakili jurai dalam peristiwa-peristiwa tertentu,
menengahi perselisihan antara keluarga dan atau dengan pihak lain.
d.
Mengawasi Harta Pusaka
Setiap keluarga atau jurai
Semende mem-punyai harta pusaka, yang minimal terdiri dari sebuah rumah dan sebidang
sawah. Bagi yang agak mampu, ada tambahan berupa kolam (tebat) dan
beberapa ekor kerbau. Semua harta pusaka itu dikuasakan ke-pada anak yang
menjadi tunggu tubang untuk men-jaga, menunggu, dan mengusahakannya.
Tugas dan kewajiban meraje adalah meng-awasi tunggu tubang
dalam mengurus harta pusaka itu, apakah dilaksanakan dengan baik atau
asal-asalan. Begitu pula apabila tunggu tubang bertindak salah terhadap
harta pusaka, seperti hendak menjual sawah, maka meraje berkewajiban
memperingatkan dan melarang.
e. Mencarikan Jodoh
Apabila ada di antara anak belai sudah cukup umur untuk menikah,
maka adalah kewajiban bagi seorang meraje untuk mencarikan jodoh
baginya. Caranya ialah dengan menghubungi atau mendekati keluarga yang
mempunyai anak muda yang sekiranya pantas dan cocok untuk anak belai itu
tadi. Kalau ada kesesuai-an antara kedua keluarga, maka dilaksana-kanlah
pernikahan antara keduanya dengan mengikuti aturan-aturan adat dan ajaran
agama, mulai dari pelamaran sampai kepada akad nikah dan pestanya.
Dalam rangkaian pelaksanaannya, meraje me-megang peranan yang
dominan. Dia yang mewakili keluarga dalam mengajukan dan atau menerima lamaran.
Meraje pula yang menyembelih hewan untuk pesta, yang biasanya berupa
kerbau atau sapi. Meraje juga yang menjadi saksi dalam akad nikah dan
menyampaikan sambutan saat walimah.
Akan tetapi, pada masa sekarang saat anak muda sudah mencari dan memilih
sendiri pasangan hidupnya, sudah banyak meraje yang tidak perlu lagi
bersusah payah mencarikan jodoh bagi anak belainya. Setelah mereka
mendapatkan pujaan hatinya dan telah mengikat janji untuk hidup berumah tangga,
si anak belai melapor kepada meraje dan segenap ke-luarga untuk
minta dilamarkan. Meraje yang meneri-ma laporan itu segera mengirimkan
utusan untuk meneliti bakal menantu itu apakah pantas dari ber-bagai sudut
pandang dan bermusyawarah dengan anggota jurai lainnya. Setelah ada
kesepakatan, baru-lah diajukan lamaran kepada keluarga calon menantu itu.