SISTEM KEKERABATAN PADA ADAT SEMENDE

0 komentar

Menurut Ali Basja Loebis (1979: 140) dan Soerojo Wignjodipoero (1984: 79), sistem kekerabat-an adat atau persekutuan hukum adat di Indonesia dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :

1.     Berdasarkan faktor Genealogis (pertalian keturunan)
2.     Berdasarkan faktor Teritorial (lingkungan daerah)
            Yang dimaksudkan dengan faktor genealogis adalah faktor yang melandaskan kepada pertalian darah suatu keturunan. Sedangkan faktor teritorial ialah faktor yang terikat pada suatu daerah tertentu. Maine, dalam bukunya Ancient Law, menamakan “dasar keturunan” ini dengan tribal constitution, sedangkan “dasar daerah” disebutnya dengan terri-torial constitution.
            Persekutuan atau kekerabatan genealogis ter-jadi apabila seseorang menjadi anggota persekutuan tergantung kepada pertanyaan: apakah orang itu ma-suk suatu keturunan yang sama atau tidak. Dalam hal ini ada tiga macam dasar pertalian keturunan, yakni :
1.     Pertalian darah menurut garis bapak (patrilineal), seperti pada suku Batak, Nias, Sumba, dan Lampung.
2.     Pertalian darah menurut garis ibu, (matrilineal), seperti pada suku Minangkabau.
3.     Pertalian darah menurut garis ibu dan bapak (parental), seperti pada suku Jawa, Sunda, Aceh, dan Dayak. Hak dan kewajiban seseorang menurut pertalian jenis ini, adalah sama antara famili dari pihak bapak dengan famili dari pihak ibu.
            Persekutuan teritorial, ialah apabila keanggo-taan seseorang tergantung kepada pertanyaan: apakah seseorang itu tinggal di dalam lingkungan daerah per-sekutuan itu atau tidak. Orang dapat untuk sementara waktu meninggalkan tempat tinggalnya tanpa kehilang-an keanggotaannya dalam persekutuan atau kekera-batan yang bersangkutan. Orang luar lingkungan untuk masuk menjadi anggota persekutuan harus menerima ketentuan-ketentuan hukum adat yang berlaku di sana. Mereka yang sejak dahulu kala, sejak nenek moyang-nya berdiam dalam daerah persekutuan itu, pada umumnya memiliki kedudukan penting dalam perse-kutuan itu.
            Adapun adat Semende, maka sistem kekera-batannya mempunyai ciri dan bentuk tersendiri yang tidak sama dengan daerah lain. Sistem kekerabatan pada adat Semende ini dinamakan Lembaga Adat Semende Meraje Anak Belai, yang dapat dilihat bentuk dan bagannya pada gambar berikut ini :
Lembaga Adat Semende Meraje Anak Belai
Keterangan gambar :
A1 s.d A6       = Tingkat Kepemimpinan Meraje
B1 s.d B6       = Tingkat Tunggu Tubang
B C                 = Suami isteri Tunggu Tubang
     = Anak              ---------> = Menantu
-----------   = Urutan Meraje            -.-.-.-.-.-. = Suami isteri



Dari bagan di atas dapat diketahui bahwa sistem kekerabatan dalam adat Semende seakan-akan menganut dasar keturunan ibu (matrilineal), tetapi pa-da hakikatnya tidaklah demikian. Karena kedudukan suami dan isteri dalam suatu rumah tangga Semende adalah sama sesuai dengan pengertian Semende itu sendiri adalah sama-sama memiliki, dalam artian bah-wa suami dan isteri mempunyai wewenang dan tang-gung jawab yang sama sesuai dengan fungsinya masing-masing. Begitu pula hak-hak dan kewajiban famili dari pihak suami sama artinya dengan hak-hak dan kewajiban famili dari pihak isteri.
            Satu hal yang khusus dalam sistem kekerabatan adat Semende adalah adanya pengawasan dan bim-bingan dari yang dinamakan Lembaga Meraje Anak Belai, yang terdiri dari :
1.     Payung jurai atau payung meraje. Yang menjadi payung jurai dalam jurai Semende ialah turunan anak laki-laki tertua dalam jurai (keluarga) itu. Tugasnya adalah melindungi, mengasuh, dan mengatur jurai tersebut dengan baik menurut ajaran agama dan aturan adat.
2.     Jenang jurai atau Jenang meraje, ialah keturunan bawah payung jurai, yang bertugas menjenangi atau menjadi tulang punggung jurai, memberi petunjuk-petunjuk yang telah digariskan oleh Payung jurai kepada keluarga itu, mengawasi ke-adaan jurai itu bahan laporan kepada Payung jurai.
3.     Meraje, yaitu kakak atau adik laki-laki dari ibu. Tugasnya ialah sebagai orang yang terjun langsung membimbing dan mengasuh seluruh anak belai, serta membimbing dan mengasuh tunggu tubang ke jalan yang benar.
4.     Anak belai, adalah semua keturunan dari kakak atau adik perempuan ibu. Tugasnya ialah meng-awasi dan mengamati seluruh anggota jurai itu untuk bahan pertimbangan kepada meraje.
5.     Apit jurai, adalah keluarga atau famili dari sebelah ibu dan sebelah ayah, yaitu seluruh anggota keluarga yang berkewajiban mengikuti kebijak-sanaan dalam keluarga itu.
            Dari uraian di atas, jelaslah bahwa sistem kekerabatan atau sistem kekeluargaan dalam adat Semende, bukan memakai sistem matrilineal (garis ibu) dan tidak pula memakai sistem patrilineal (garis bapak), melainkan suatu sistem khusus yang tidak terdapat dalam adat lain, sehingga seorang anak bukan hanya anak ibu saja atau anak bapak saja, tetapi anak ibu sekaligus anak bapak juga.

 
Share this article :
 
Kaur Semende Maje Nasal : Semende | imrodili | Surel
Copyright © 2010. KAUR SEMENDE - All Rights Reserved
Proudly powered by Blogger Published by Dracoola Media
Thanks To LoenBun