Sebuah Renungan Konflik Tapal batas Di Bengkulu
Oleh : M. Ichwan Anwar
Akhir-akhir ini kita disugukan pemberitaan yang marak soal-soal batas wilayah (tapal batas) yang melibatkan kabupaten induk dengan kabupaten yang dimekaran di beberapa daerah di provinsi Bengkulu. Persoalan ini sempat meruncing. Yang memprihatinkan, konflik bukan hanya ditingkat elit (Pemerintah dan DPRD), tetapi menyeret masyarakat untuk terlibat. Dampak sunggu menyedihkan, kelompok masyarakat berhadapan, senjata bebicara korban pun berjatuhan.
Kondisi ini membuat kita miris. Sebagai bangsa yang terus mendengungkan persatuan dan kesatuan, di Bengkulu dihadapkan pada persoalan tapal batas yang rawan perpecahan. Semuah komponen diharapkan mencurahkan perhatian pada persoalan yang tidak ringan ini. Pemerintah, Legislatif, kelompok masyarakat, apapun namanya untuk fokus mencari solusi. Bukan ngompori atau membawa api.
Dalam lembar sejarah Bengkulu, konflik antar warga pernah terjadi. Peristiwa masa lampau ini hendaknya menjadi pelajaran, bahwa persoalan yang dihadapi hendaknya diselesaikan dengan musyawarah. Apalagi yang terlibat adalah kelompok masyarakat yang terbilang masi saudara dalam ikatan emosional. Kabupaten Rejang Lebong, Lebong, Kepahiang dan Bengkulu Utara terjalin dalam pertalian darah yang terkenal dengan Rejang Empat Petulai. Begitu juga Kabupaten Bengkulu Selatan, Seluma dan Kaur terjalin garis keturunan Serawai dan Pasemah.
Petulai menurut prof. DR. Abdullah Sidik adalah kesatuan kekeluargaan. Dalam pengertian umum, petulai dapat bearti tiang atau sistem. Kita tidak ingin suatu saat nanti julukan Jang empat Petulai yang menjadi kebangaan masyarakt Rejang menjadi ” Jang empat Helai”
+ komentar + 1 komentar
dear bro,
dahulu, nenek moyang kita tak memandang etnis, rejang,serawai, pasemah dan lainnya bsia berjalan bersama, kebudayaan saling berjalan harmonis. khusus buat rejang pernah bersama satu afdeling dengan lintang empat lawang, pernah juga dalam sejarah di sebut rejang sindang mardika, yang kini dipakai oleh suku besemah dengan sindang merdikonya hingga hari ini. Tak ada konflik dimasa lalu. Kini, pembagian propinsi dan kabupaten membuat orang lupa dengan sejarah sendiri. Lupa bahwa kita tetap satu, indonesia. Tanah rejang bukan hanya sebatas kabupaten rejang lebong, tapi hingga rawas, dempo, bengkulu uatra dan lain lain. sebaliknta suku pasemah juga bsia menyebut tanah besemah tak hanya sebatas lahat, pagar alam, rejang lebong adalah tanah basemah hingga daerah lainnya, terbukti dengan peninggalan besemahs angat banyak di prop. bengkulu, seperti suban, batu keris, batu belarik, batu panco, tempayan kubur, dan lain lain. Adalah suatu pembodohan bila kita mau di adu domba karena tapal batas kabupaten atau propinsi. Karena pemiliknya hanya satu, indonesia, yang ada pemicu adalah oknum pejabat di atas. Semoga artikel sahabat ini bisa menyadarkan kita semua, memang sejarah adalah pengalaman yang sangat berharga. Masalahnya generasi sekarang banyak tidak tahu sejarah daerah, sehingga di perantauan pun gap gap kesukuan suku bengkulu terjadi, kalau di tanya sejarah suku dan masa lalu, yah tentu sahabat sendiri tahu jawabannya, atau mungkin bagi yang membaca komentar ini, bertanya pada diri sendiri, sejauh mana pernah membaca sejarah daerah? sejauh mana tahu sejarah dan kebudayaan suku yang mengalir di darahnya. Blog etnik bukan buat memecah belah, tapi dengan tujuan melestarikan dan menghimpun data data yang tercerai berai dan mungkin telah dilupakan untuk di pelajari. Semoga bermanfaat. semoga bengkulu gak patah hati dengan keadaan ini, semua belum terlambat bukan kalau memang ingin maju bersama. salam