Tab-menu

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Tengkiang


Tengkiang (Lumbung Padi) merupakan tempat menyimpan padi suku semende, tengkiang ini biasanya di bangun di dekat dangau (anjungan)


Ayakan

Ayakan adalah alat untuk memisahkan. Biasanya ayakan ini bermacam-macam ada ayakan beras, ayakan Padi, ayakan Kopi. ayakan ini terbuat dari Rotan, dimana untuk jejaringnya terbuat dari Rotan Sego dan Lingkaranya dari Rotan Manau. Jejaringnya merupakan hasil keraijinan yang di anyam



Anak-anak Desa Muara Dua Kaur

Ada yang masih ingat dengan permainan ini...
Tentu saja Mainan yang di pegang anak-anak ini sudah jarang sekali di temukan. Adapun bahan-bahan permainan Roda-rodahan ini adalah Rodanya terbuat dari kayu dan dan tempat pegangannya terbuat dari bambu. Biasanya anak-anak bermain permainan ini di lakukan dimalam hari, dengan cara berkumpul. permainan ini juga di lenkapi dengan sinter. PErmainan ini anak-anak seolah-olah sedang mekai sepeda motor...seru buakan...



Wisata Danau Kembar


Danau Kembar ini adalah salah satu Objek Wisata kembagaan Kabuapten Kaur, sekarang dalam proses Pembangunan, Lokasi Objek wisata ini terletak Di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Maje atau lebih kurang 15 Km dari pusat Kota Kabupaten Kaur


Sungai Muara Sambat Menjadi Aneh


Pada hari Rabu, 8 Desember 2009 aku melihat Sungai Muara sambat tampak terlihat Keruh pekat Penuh dengan Lumpur. Keruh seperti ini baru pertma saya lihat di sungai muara sambat. Penyebabnya sejauh ini saya tidak mengetahui, tapi ini terjadi kemungkinan ada Erosi di hulu sungai, erosi ini terjadi mungkin karena hutan-hutan telah gundul.


Nampun kah Kule

Nampun Kule adalah tradisi atau adat istiadat mempersatukan antara keluarga kedua belah pihak, pihak penganten laki-laki dan pihak perempean dimana kedua belah pihak berkunjung ke bisan (mertua). Biasanya acara nampun kule ini ibu kedua belah pihak makan dalam sepiring pada saat datang ke keluarga perempuan, Acara Nampun kule ini telah dilakukan sejak lama oleh Suku Semende ataupun suku-suku yang ada di kaur.

Kalau mau mendengarkan lagunya...di bawah ini.

Nampun Kule Kabupaten Kaur




Acara Ngenjalang di Kaur Bengkulu ·


Ngenjalang, Adalah acara setahun sekali di adakan di desa-desa daerah Kaur, biasanya setiap satu hari dari lebaran. Di sini semua warga wajib berkumpul di tempat pemakaman warga untuk membersihkan makam sekaligus memanjatkan doa untuk para leluhur desa, setiap warga diwajibkan membawa makanan seadanya

Sumber :http://rejang-lebong.blogspot.com

Tradisi suku semende dan ke agamaan

Mayoritas penduduk di Semende di kaur memeluk agama Islam. Di berbagai tempat didirikan bangunan ibadah berupa masjid ataupun langgar. Di masjid dan langgar ini diselenggarakan berbagai kepentingan. Bukan hanya untuk penyelenggaraan peribadatan mahdlah tapi juga untuk kepentingan lain seperti pengajaran agama, cawisan, bahkan tidak jarang rapat tentang pembangunan suatu desa diselenggarakan di masjid pula. Tokoh agama merupakan figur yang memiliki peranan khusus dalam kehidupan masyarakat. Sejak masa lalu tokoh keagamaan selalu terlibat dalam berbagai acara-acara baik yang berkaitan dengan peribadatan yang mahdlah, maupun dalam upacara yang berkaitan dengan siklus hidup seperti kelahiran, kematian, dan perkawinan.Di kaur suku semende banyak sekali ditemukan nilai keislaman yang terkait dengan upacara menandai siklus kehidupan seperti itu.

Untuk perkawinan, selain pada syarat dan rukun, nilai keislaman terlihat memberikan pengaruh pada adat-stiadat di sekitar perkawinan seperti pada penyelenggaraan akad nikah, juga pada acara resepsi. Dalam dua acara ini, peranan tokoh agama sangat penting dan menduduki jadual inti. Demikian pula halnya dengan upacara kelahiran dan kematian.

Terkait dengan kelahiran, terdapat upacara cukuran yaitu menyambut kelahiran bayi dengan melalui upacara Marhaba. Marhaba berasal dari bahasa Arab yang berarti Selamat Datang. Upacara ini disebut marhaba karena upacara tersebut memang diselenggarakan sebagai ucapan selamat datang kepada sang bayi. Dalam upacara Marhaba ini sebelum pembacaan doa-doa, dibacakan barzanji. Istilah barzanji dimaksudkan untuk rangkaian kisah kehidupan Rasulullah Muhammad s.a.w. dalam bentuk gubahan syair berbahasa Arab dalam kitab yang ditulis oleh Al-Barzanji, seorang penulis muslim pada masa klasik. Pada acara Marhaba ini dilakukan pemberian nama yang indah-indah sesuai dengan harapan orang tuanya terhadap bayi yang baru dilahirkan itu. Selain dalam upacara yang berkaitan dengan kelahiran, pengaruh keagamaan terlihat pula secara sangat kentara pada upacara yang diselenggarakan berkaitan dengan kematian. Selain pada hari pertama, masyarakat Ogan Ilir pada umumnya menyelenggarakan pula upacara hari ke tiga, ke tujuh, ke empat puluh, setahun. Dalam upacara tersebut pada umumnya dibacakan surat Yaa Siin, yaitu surat nomor 35 dalam Al-Quran, kalimat tahlil dan dasbih, doa-doa, dan nasihat-nasihat di sekitar keutamaan orang beramal shalih, dan ketabahan menghadapi musibah.

Selain perkawinan, kelahiran, dan kematian, masih banyak acara lain yang dalam penyelenggaraannya mendapatkan pengaruh dari nilai atau emosi keagamaan seperti khitanan, mbasuh tangan, aneka persedekahan termasuk sedekah ruwah, sedekah lebung, sedekah basuh dusun, akan bepergian ke (pulang dari) tempat jauh, memulai kegiatan penting (belajar, pacuan bidar). Nilai keagamaan terlihat pula pada peringatan hari besar keagamaan seperti maulud (kelahiran Nabi Muhammad s.a.w.) Isra’ Mi’raj, Tanggal 1 bulan Muharram (peringatan tahun baru Hijriyah), 10 Muharram yang disebut sebagai hari Asyura, hari raya Idul Fitri dan Idul Adlha). Kegiatan selama sebelum dan selama masa bulan ramadlan / ziarah menjelang dan sesudah ramadlan, termasuk tradisi malam likuran antar-antaran dan sebagainya.

Sumeber :indralaya dan berbagai sumber

Sejarah Marga (Pimpinan)

Di dalam lingkungan marga terdapat beberapa tokoh yang menempati posisi elit. Mereka ini adalah Pasirah (termasuk Depati dan Pangeran), Pembarab, dan Penghulu. Pasirah adalah orang yang memimpin marga dan disebut pula sebagai Kepala Marga; Pembarab, dalam konteks kemargaan adalah orang yang menjadi Wakil Kepala Marga dan memiliki wewenang untuk menggantikan pasirah apabila sedang tidak berada di tempat. Pembarab adalah kepala dusun tempat kedudukan ibukota marga. Rekruitmen tokoh-tokoh ini dilakukan dengan melalui jalan yang sangat demokratis.
Suatu kenyataan yang cukup menarik, meski istilah demokrasi dipopulerkan di pedesaan di Sumatera Selatan baru pada masa kemerdekaan, tetapi secara material prinsip-prinsip demokrasi telah dipraktekkan masyarakat secara tradisional sejak masa-masa jauh sebelumnya. Seseorang yang akan mencapai posisi kepemimpinan dalam suatu marga maupun dusun, terlebih dahulu melalui proses pemilihan oleh masyarakat dalam lingkugan marga itu. Pada masa lalu, pemilihan dilakukan secara terbuka yaitu dengan menerapkan sistem pilih cumpuk. Dalam pemilihan sistem pilih cumpuk, pemilihan dilakukan di tempat terbuka seperti tanah lapang. Para kandidat di tempatkan berjajar membelakangi tempat kosong yang dipersiapkan untuk mata pilih yang memilihnya. Selanjutnya, mata pilih (konstituen) dipanggil namanya satu persatu memasuki arena. Selanjutnya sesuai dengan pilihannya, ia akan menempatkan diri ke tempat yang telah disediakan di belakang calon tertentu.

Dengan pemilihan menggunakan sistem pilih cumpuk seperti ini proses pemilihan menjadi sangat transparan dan terbuka, karena setiap orang yang ada di tempat itu dapat langsung menyaksikan dan menghitung baik dari segi jumlah maupun dari segi identitas para pendukung dan kandidat tertentu. Tidak dapat diragukan lagi, sistem pilih cumpuk ini dapat menekan atau bahkan menghindari manipulasi jumlah suara.

Pada kasus tertentu, pemilihan kepala marga dilakukan secara aklamasi. Pemilihan secara aklamasi ini terjadi pada rekruitmen kepala marga Pegagan Ilir SukuDua atau marga Sungai Pinang pada masa awal sejarah keberadaan marga ini. Menurut catatan Haji Zainal Arifin, Pembarab Marga PIS II (1943-1945), marga ini telah ada secara resmi sekitar tahun 1870 berkedudukan di Sungai Pinang, di bawah kepemimpinan seorang Pasirah. Sebelum masa itu, lingkungan ini berada di bawah kepemimpinan seorang Jenang, yang berkedudukan di Talang Pegadungan. Jenang ini, meski bukan kerabat keraton adalah seorang pejabat yang memiliki ikatan yang sangat dekat dengan pihak keraton Palembang Darussalam.

Suksesi yang terjadi dalam lingkungan keraton Palembang Darussalam, memberikan pengaruh pula terhadap perkembangan kehidupan masyarakat di pedalaman, temasuk di Ogan Ilir. Sebagaimana diketahui, sejak Sultan Mahmud Badaruddin II diasingkan ke Ternate, kasultanan Palembang Darussalam dikuasai oleh mereka yang mendukung pihak kolonial sampai pihak yang disebutkan terakhir ini membubarkan kasultanan. Kondisi yang terjadi di lingkungan kasultanan ini, mengakibatkan efektivitas pengaruh jenang menjadi merosot. Dalam kondisi seperti itu, terbentuklah marga Pegagan Ilir Suku Dua.

sumber :http://indralayablog.blogspot.com

Dampak Kebijakan Pemekaran Wilayah Kaur

Implikasi adanya otonomi daerah dan daerah otonom yang berdasarkan asas desentralisasi telah memberikan dampak positif bagi daerah. Salah satu dampak positif dari pelaksanaan otonomi daerah adalah adanya pemekaran daerah provinsi maupun kabupaten/kota yang hampir terjadi diseluruh Indonesia. Salah satu daerah hasil dari pemekaran wilayah adalah Kabupaten Kaur Provinsi Bengkulu.
Dampak dari pemekaran provinsi dan kabupaten/kota, telah banyak terbentuk kecamatan dan kelurahan/desa definitif yang baru. Tujuannya adalah agar pelayanan pemerintah kepada masyarakat dapat lebih efektif dan efisien, serta diharapkan mempercepat pelaksanaan pembangunan. Oleh karena itu, di samping melakukan pembenahan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia, pemerintah juga perlu memprioritaskan pemerataan pembangunan hingga ke daerah terpencil seperti di Kabupaten Kaur yang masih tergolong kabupaten tertinggal itu.

Kabupaten Kaur terbentuk diawali dengan dikeluarkannya Undang-Undang Darurat Nomor 4 Tahun 1956 tentang Pembantukan Daerah Otonom kabupaten-kabupaten dalam lingkungan Daerah Provinsi Sumatera Selatan. Kemudian melalui Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 tentang Pembentukan Provinsi Bengkulu dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Pembentukan Kabupaten Kaur juga sesuai dengan Undang-Undang 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang kemudian ditetapkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Mukomuko, Kabupaten Seluma, dan Kabupaten Kaur.
Kabupaten Kaur terbentuk dengan melihat perkembangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, kondisi sosial budaya, kondisi sosial politik, jumlah penduduk dan luas daerah yang dimiliki. Dengan terbentuknya kabupaten baru ini, diharapkan akan dapat mendorong peningkatan pelayanan di bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan serta memberikan kemampuan dalam pemanfaatan potensi daerah.
Sebagai kabupaten baru yang tumbuh dimasa otonomi daerah, Kabupaten Kaur memiliki kewenangan untuk mengatur daerahnya sendiri. Kewenangan yang dimiliki adalah mencakup seluruh kewenangan bidang pemerintahan yang terdiri atas Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang dibentuk melalui hasil Pemilihan Umum tahun 2004, pemilihan pejabat Bupati dan Wakil Bupati diangkat oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden berdasarkan usul Gubernur Bengkulu dengan masa jabatan 1 tahun. Untuk kelancaran penyelenggaraan pemerintahan, Gubernur Bengkulu, Bupati Bengkulu Selatan diharuskan menginventarisasi, mengatur dan melaksanakan penyerahan kepada Kabupaten Kaur hal-hal yang berkaitan dengan kepegawaian, barang/kekayaan daerah, BUMD Kabupaten Bengkulu Selatan, utang-piutang, dan dokumen-dokumen yang diperlukan yang harus diselesaikan paling lambat dalam waktu 1 tahun sejak peresmian dan pelantikan pejabat Bupati. Dana yang diperlukan untuk kelancaran penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat dibebankan kepada Kabupaten Bengkulu Selatan sampai dengan ditetapkannya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten baru Kaur.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2003 efektif berlaku sejak 25 Mei 2003. Dengan demikian, untuk penyelanggaraan pemerintahan Kabupaten yang baru tersebut diperlukan modal awal baik dalam bentuk sarana prasarana, personil, maupun pembiayaannya. Hal ini akan berdampak langsung kepada Pemerintah Kabupaten Kaur sebagai kabupaten baru, terutama dalam aspek sumber daya manusia khususnya sumber daya aparatur daerah.
Kabupaten Kaur pasca memisahkan diri dari Kabupaten Bengkulu Selatan dan sebagai kabupaten baru, mengalami berbagai kendala terutama di bidang sumber daya aparatur Pemerintahan Daerah. Banyak kekosongan dan kekurangan pejabat yang kompeten untuk mengisinya, Pemerintah Daerah Kabupaten Kaur banyak mengangkat tenaga fungsional untuk mengisi kekosongangan pejabat struktural yang ada. Bahkan ada guru yang diangkat sebagai Kepala Dinas. Padahal Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia pada saat itu, Feisal Tamin, telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor: SE/15/M.PAN/4/2004, yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 26 April 2004 yang ditujukan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota diseluruh Indonesia, yang berisi Larangan Pengalihan PNS dari jabatan guru ke jabatan non-guru. Pengalihan PNS dari jabatan guru ke jabatan lain tersebut akan menambah kekurangan jumlah guru yang ada. Di sisi lain dari segi kompetensi, guru dinilai tidak mempunyai kompetensi untuk menduduki jabatan struktural dan hal ini akan berpengaruh pada kinerja organisasi.





Pilu, Sedih yang kurasakan saat mendengar keluhan masyarakat kampungku

Bunawar (35) terduduk lemas di beranda rumahnya Desa Sukamenanti Kecamatan Maje, Kabupaten Kaur Propinsi Bengkulu. Sesekali ia mengusap air matanya yang menitik jatuh ke pipi. Bagaimana tidak, baru saja ia hendak mencari kepiting di Sungai Air Numan mendadak ia di usir oleh 3 aparat Brimob Polda Bengkulu dengan senjata laras panjang.
Bagi Bunawar dan ratusan masyarakat desanya, Sungai Air Numan merupakan rahmat yang tak terbilang yang dititipkan oleh Tuhan kepada mereka. Sungai Air Numan merupakan penghasil ikan, udang dan kepiting, bagi warga sekitar dan empat desa lainnya; Desa Way Hawang, Tanjung Baru, Tanjung Agung, dan Tanjung Beringin.
Sejak Agustus 2009, ketergantungan masyarakat 5 desa terhadap sungai terpaksa diputus secara paksa. Muara sungai yang terhubung langsung dengan pantai, berdiri satu pertambangan pasir besi. PT. Selomoro Banyu Arto (SBA). Dengan izin eksploitas yang dikeluarkan oleh Bupati, PT. SBA memblokir sungai, nelayan tidak diperkenankan masuk, jika nekat masuk mereka akan ditakut-takuti dengan tembakan peluru hampa dari anggota Brimob yang sengaja disewa oleh PT. SBA
‘’saya mampu membesarkan anak saya dari mencari ikan, kepiting dan udang di sungai itu,”terang Bunawar.
Tidak sedikit warga desa yang berhasil membangun rumah, menyekolahkan anak mereka hingga perguruan tinggi dari hasil mencari udang, dan kepiting dari Sungai Air Numan.
Bunawar juga mengaku sedih melihat kondisi sungai saat ini, seluruh pinggiran sungai terkelupas oleh buldozer dan excavator yang mencari pasir besi. Kondisi tersebut membuat ikan, udang dan kepiting menghilang.
‘’Sebelum pertambangan masuk, kami bisa mendapatkan uang Rp 100 ribu per malam, saat ini jangankan mendapatkan uang, mendekati sungai saja kami tidak berani,” ucap Bunawar sambil menghela nafas.
Kehadiran PT. SBA tidak hanya membuat akses masyarakat terhadap sungai terputus, sejak SBA beroperasi dengan membendung muara sungai, banjir besar melanda desa, merendam puluhan usaha bata dan genteng warga, juga menenggelamkan usaha kolam udang.
Banjir itu juga merendam jalan lintas Bengkulu-Lampung setinggi paha laki-laki dewasa.
Belum lagi resah akibat banjir dan kehilangan matapencaharian, warga lima desa juga dicemaskan dengan ancaman abrasi, dan tsunami, mengingat Bengkulu merupakan daerah siaga bencana.
Merasa hidup mereka terancam warga mengadukan keluhan mereka kepada Pemda setempat. Namun, seperti biasa Pemkab menolak untuk mencabut izin PT. SBA yang jelas-jelas melanggar kaidah lingkungan hidup dan sosial.
Pemkab beralasan, bahwa dengan masuknya investasi dari PT. SBA maka, masyarakatlah yang diuntungkan, misalnya perusahaan dapat merekrut pekerja dari warga setempat, masyarakat sekitar lokasi tambang juga dapat membuka rumah makan bagi pekerja tambang.
Lucunya, fakta di lapangan menurut Bunawar warga setempat yang bekerja di PT. SBA tidak kurang dari 10 orang. Mereka dibayar Rp 35 ribu per hari dari pukul 08.00 WIB sampai 17.30 Wib. ‘’anda bisa hitung bekerja di tambang gaji mereka Cuma Rp 35 ribu per hari sedangkan kalau mereka mencari udang di sungai mereka bisa dapatkan Rp 100 ribu lebih per hari, mana yang lebih menguntungkan, tambang atau sungai,” tukas Bunawar.

Sumebr :walhi Bengkulu

Dari tuturan ini saya merasa sangat sedih sekali dan saya berfikir saya harus berbuat...
Desa Tj Beringin adalah Desaku yang tersayang...masyarakat kami sangat ketergantungan sekali dengan Sungai Air Numan untuk mencari nafkah keluarganya, dan sungai ini merupakan alat Pengikat dan silaturahmi desa-desa kami, di mana setiap tahunya sungai ini merupakan tempat mencari ikan dengan cara membubus atau menjebol tebatan pantai secara bersama-sama. selain itu Sungai ini mempunyai nilai Mitos sejarah yang kami yakini sungai air numan artinya dalam bahasa kaur Numan adalah Manis, dulu cerita legendanya sungai ini manis, tetapi karena ada sipahit lidah air ini berubah menjadi tawar.

selain itu apa yang bakalan terjadi terhdap perubahan lingungan daerah kami ini, semantara desa kami rawan stunami...karena ketinggiannya kurang dari 40 Mdpl.Selain itu juga dampak perubahan sosial di sekitar pertambangan...biasanya jika wilayah itu sudah ada perusahaan besar maka akan banyak hal-hal yang di larang oleh agama...
auzubilah min zalik...


Pandangan Yang Mungkin Lebih baik

Banyak lulusan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) maupun Perguruan Tinggi Swasta (PTS), menganggur pasca menyelesaikan studynya. Berburu peluang menjadi Pegawai Negeri, salah satu penyebabnya. Jika tak lewat, mereka memilih menganggur sampai dibuka kembali formasi pekerjaan “keramat” itu.
Bagi sebagian masyarakat ‘tradisional’ di Indonesia, rekrutmen PNS dipandang sebagai indikator bahwa perekonomian bagus karena negara mampu membiayai dan mempekerjakan banyak orang. Di beberapa tempat, banyak yang rela menjual tanah dan sawah agar anak-anaknya bisa bersekolah dengan harapan agar menjadi PNS.
Sebagian lagi, ingin menjadi PNS justru karena meyakini akan adanya peluang korupsi, ‘posisi yang basah’. Bagi PNS yang berkategori ini (dan ini bukan abdi rakyat) cenderung akan menggunakan seribu satu cara agar dapat diterima, termasuk dengan membayar. Uang sogok tadi dianggap modal dasar untuk dikembalikan nanti di kemudian hari, apabila telah punya NIP, dan dengan cara bagaimana pun. Sudah lazim memang dikatakan orang bahwa seleksi menjadi PNS itu sangat diwarnai peluang KKN. Sejumlah orang dalam, terutama yang berada di dalam atau dekat dengan lingkaran biro kepegawaian, disinyalir memainkan posisi tawarnya untuk mencari untung pribadi. Sekian juta tarifnya, bayar di depan, itu pun tanpa jaminan lulus. Banyak yang kapok dengan praktek buruk ini, apalagi mereka yang sempat tertipu, sampai menjual kebun atau apa.
Anehnya lagi, banyak orang yang rela membuang-buang hartanya demi PNS ! Banyak dari mereka rela mengeluarkan uang hingga seratus juta rupiah ! (masuk logika gak?), walaupun sekarang seleksi penerimaan PNS sudah lebih baik dari yang dulu-dulu, tetapi masih banyak orang yang goblok, di bumi pertiwi ini. “Berapa habis,”? atau “Siapa atau ada gak orang dalam,”? Itulah opini publik atau suara spontan dari masyarakat terhadap proses penerimaan PNS.
Saya heran akan motivasi yang begitu tinggi untuk menjadi PNS di tengah kondisi di atas, di mana kompetensi kurang dihargai, korupsi yang begitu parah, nepotisme yang sudah menjadi budaya dan not to mention the low salary. Kalau dipikir dengan hukum ekonomi kayanya gak make sense sama sekali. Karena pengorbanan yang harus dikeluarkan besar sekali, untuk pekerjaan yang …
Akibatnya, bagi sebagian orang, praktek buruk ini telah menjadi faktor penyangkal (repellent factor) di mata calon-calon abdi rakyat yang baik-baik dan bermutu tinggi untuk berkarir sebagai abdi rakyat. Banyak lulusan pendidikan tinggi yang berkualitas secara a priori telah alergi lebih dahulu sebelum mencoba.
Karena sejumlah praktek buruk tadi, kesan tentang PNS di mata rakyat umum sering kali sangat miring atau negatif. Sebagian elemen masyarakat bahkan dengan ikhlas menisbatkan korupsi kepada semua abdi rakyat, tanpa pandang bulu. Apalagi dalam keseharian, ketika berurusan dengan birokrasi dari mulai kelurahan hingga yang paling tinggi, ternyata banyak saja PNS, apakah disebut oknum atau bukan, yang dengan tegas dan tega menentukan tarif atas sebuah pelayanan yang tidak ada ketentuan hukumnya. Padahal, ketika ia telah digaji, semestinya semua itu tidak lagi perlu.
Menurut analisis R. Mangun seperti yang pernah ditulisnya dalam sebuah artikel yang diterbitkan Harian Kompas, masyarakat kita masih mewarisi mental inlander dari jaman kolonial dulu, di mana orang dididik untuk menjadi patuh dan taat pada pemerintah sehingga bisa menjadi ambtenaar (PNS di jaman kolonial). Menjadi ambtenaar itu jabatan terhormat di masyarakat waktu itu, dan rupanya masih terbawa hingga sekarang.
Yang juga masih terbawa adalah paradigma bahwa mereka adalah bagian dari kekuasaan (penguasa), bukan pelayan rakyat atau pembayar pajak. Berdasarkan sebuah penelitian tentang cita-cita pelajar di dunia. Di Amrik, jika ditanya cita-citanya, para pelajar di sana mengatakan mereka ingin menjadi pengusaha, eksekutif perusaahaan multi nasional, pengacara, dll. Di Iran, pelajarnya ingin menjadi ulama dan tokoh syiah. Di Indonesia, pelajarnya ingin menjadi PNS.
Dan jika seandainya jumlah PNS dikurangi dan rekrutmen dibatasi, image pemerintah di mata rakyat akan anjlok. Dampak lainnya, bisa jadi angka partisipasi pendidikan akan menurun. Dalam skala yang lebih akut, hal ini bisa menyebabkan destabilisasi mata uang rupiah akibat merosotnya kepercayaan kepada pemerintah.
Sebagian besar PNS di negeri ini pendidikannya SMA (35%) sementara yang Sarjana hanya 28,9%. Lebih menyedihkan lagi, PNS bergelar S2 dan S3 hanya 2,5% dan 0,2% saja. Artinya, selain jumlahnya besar, kualitasnya pun masih perlu dipertanyakan. Terlebih lagi, ongkos yang dikeluarkan untuk menggaji mereka begitu mahal—-lebih dari Rp 100 triliun per tahun.
Andaikata saya adalah pemerintah, maka birokrasi yang efisien adalah prioritas pertama saya. Selama ini permasalahan tersebut tidak pernah mendapat sorotan yang memadai dan hanya menjadi wacana. Agar tak hanya jadi sekedar polemik, kebijakan tersebut harus di-lock dengan konstitusi. Memang tidak ada jaminan presiden selanjutnya akan meneruskan program ini, namun setidaknya program ini bisa lebih menggigit. Memang tidak ada jaminan program ini akan berhasil 100%, namun setidaknya rakyat bisa menilai dengan lebih proporsional.
Kita bukan negara yang kaya sehingga uang yang ada harus dibelanjakan dengan ketat dan tepat. Selain itu, untuk menjadi negara yang lebih baik, pegawainya juga harus kompeten dan tidak korup. Dan salah satu jalan yang paling logis adalah efisiensi birokrasi.
Jadi pada intinya, PNS bukan satu-satunya tempat untuk menerapkan ilmu dan mencari makan. Masih banyak kesempatan dan ruang untuk membuat usaha sendiri. Tak mudah memang. Tapi bukannya tak mungkin, kan?

Sumber :http://www.facebook.com/note.php?note_id=154770737298


Budaya yang tak terlupakan (SANGKURE)


Kabupaten kaur terdapat bermacam-macam suku ada suku semende, suku serwai, suku nasal, suku pasmah dll. diantara suku-suku ini ada bermacam-macam kegiatan yang masih di pegang dan selalu di laksanakan, diantaranya ialah suku Nasal setiap tahunya setiap stelah idul fitri anak-anak muda, tua,mengadakan pergelaran yang di namakan "SANGKURE" mereka ini berekeliling ke desa-desa dengan pakaian terbuat dari tikar pandan, ijuk dll. uda dulu ...gak ngerti amat..mungkin ada tambahan silahkan

Menguak Sejarah Suku Semende

SEJARAH MUDZAKARAH ULAMA ABAD KE 17

Berdasarkan Hasil Pelacakan Sejarah yang telah dilakukan, maka ada beberapa bukti sejarah yang ditemukan :

1. Pada tahun 1650 masehi atau 1072 hijriyah telah bertemu sekitar 50 ’ulama di Perdipe, Sumatera Selatan.

2. Mereka berasal dari wilayah Rumpun Melayu yang meliputi Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Semenanjung Malaka, Fak-Fak- Papua, Ternate, dan Kepulauan Mindanau.

3. Hasil Mudzakarah ini memunculkan perluasan dakwah Islam yang berakibat terkikisnya faham anismisme dan budaya jahiliyah di masyarakat.

4. Munculnya kader-kader mujahid yang mengadakan perlawan terhadap penjajah Eropa.

5. Terjadinya perluasan wilayah Islam yang ditandai dengan munculnya Kesultanan yang baru yang masing-masing saling bekerjasama secara baik.

A. Siapakah Tokoh Sentral pada Mudzakarah ’Ulama Serumpun Melayu abad 17 M



Berdasarkan arsip kuno berupa kaghas (tulisan dengan huruf ulu diatas kulit kayu) yang ditemukan di Dusun Penghapau, Semende Darat, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan yang diterjemahkan pada tahun 1974 oleh Drs. Muhammad Nur (ahli purbakala Pusat Jakarta), ada beberapa catatan sejarah. Bahwa pada tahun 1072 Hijriyah atau 1650 Masehi telah ada seorang tokoh ’Ulama yang bernama Syech Nurqodim al-Baharudin yang bergelar Puyang Awak yang mendakwahkan Islam di daerah dataran Gunung Dempo Sumatera Selatan.

Menurut buku ”Jagad Basemah Libagh Semende Panjang”, Terbitan Pustaka Dzumirah, Karya TG.KH. Drs. Thoulun Abdurrauf, dinyatakan bahwa pada abad ke 14 – 17 Masehi, kaum Imperialis dan Kapitalis Eropa (Portugis, Inggris, dan Belanda) telah merompak di lautan dan merampok di daratan yang diistilahkan dalam bahasa melayu, yaitu mengayau. Mereka dengan taktik devide et impera berusaha memecah-belah penduduk di Rumpun Melayu yang berpusat di Pulau Jawa dan Semenanjung Malaka. Maka para waliullah di daerah tersebut dengan dipelopori oleh Syech Nurqodim al-Baharudin pada tahun 1650 M / 1072 H menggelar musyawarah yang berpusat di Perdipe (Sekarang masuk wilayah Kota Pagar Alam, Dataran Gunung Dempo, Sumatera Selatan). Tujuan musyawarah ini antara lain guna menyusun kekuatan bagi persiapan perang bulan sabit merah untuk menumpas ekspansi perang salib di Asia Tenggara.

Masih menurut beliau, bahwa kosa kata ”belanda” konon adalah sebutan bahasa melayu untuk orang netherlands. Kata belanda berasal dari dua suku kata ”belah” (memecah) dan ”nde” (keluarga), maknanya ”tukang memecah-belah keluarga”. Berbeda maknanya dengan kata ”semende” dari dua suku kata ”same” (satu) dan ”nde” (keluarga), maka maknanya ”satu keluarga” yaitu persaudaraan mukmin.



B. Siapakah Syech Nurqodim al-Baharudin



Syech Nurqodim al-Baharudin adalah cucu dari Sunan Gunung Jati dari Putri Sulungnya Panembahan Ratu Cirebon yang menikah dengan Ratu Agung Empu Eyang Dade Abang. Syech Nurqodim al-Baharudin kecil, beserta ketiga adiknya dididik dengan aqidah Islam dan akhlaqul karimah oleh orang tuanya di Istana Plang Kedidai yang terletak di tepi Tanjung Lematang.

Sewaktu remaja beliau digembleng oleh para ’ulama dari Aceh Darussalam yang sengaja didatangkan ayahnya. Ketika tiba masanya menikah beliau menyunting gadis dari Ma Siban (Muara Siban), sebuah dusun di kaki Gunung Dempo yang memiliki situs Lempeng Batu berukir Hulu Balang menunggang Kuda dengan membawa bendera Merah Putih (lihat buku ”5000 tahun umur merah putih” karya Mister Muhammad Yamin). Setelah bermufakat, beliau sekeluarga beserta adik-adiknya, keluarga dan sahabatnya membuka tanah di Talang Tumutan Tujuh, sebagai wilayah yang direncanakan beliau untuk menjadi Pusat Daerah Semende.

Menurut salah seorang keturunan beliau yang masih ada sekarang-TSH Kornawi Yacob Oemar-, dalam sebuah makalahnya dinyatakan bahwa, Syech Baharudin adalah pencipta adat Semende. Sebuah adat yang mentransformasi perilaku rumahtangga Nabi Muhammad SAW. Beliau juga pencetus falsafah ”jagad besemah libagh semende panjang”, yaitu ”Negara Demokrasi” pertama di Nusantara (1479-1850). Akan tetapi ”negara” itu runtuh akibat peperangan selama 17 tahun (1883-1850) malawan kolonial Belanda.

Sebelum ke Tanah Besemah, Syech Baharudin bermukim di Pulau Jawa dan hidup satu zaman dengan Wali Songo. Beliau sangat berpengaruh di di bahagian tengah dan selatan Pulau Jawa. Sedangkan Wali Songo pada masa sebelum berdirinya Kerajaan Bintoro Demak memiliki pengaruh di Pantai Utara Pulau Jawa. Tertulis dalam Kitab Tarikhul Auliya, bahwa untuk mendirikan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa-yaitu Demak, maka ada 16 orang wali bermusyawarah di Masjid Demak termasuk pula Syech Baharudin dan beberapa wali dari Pulau Madura.

Dalam musyawarah itu Sunan Giri menginginkan agar dibentuk suatu negara Kerajaan dengan mengangkat Raden Fatah sebagai raja /sulthan dengan alasan negara baru tersebut tidak akan diserbu balatentara Majapahit, mengingat Raden Fatah adalah anak dari raja Majapahit. Konon dari 16 wali tersebut, 9 orang yang mendukung pendapat ini dan tujuh orang yang berbeda pemahaman dalam strategi dakwahnya termasuk Syech Baharudin.

Syech Baharudin (Puyang Awak) menginginkan suatu daulah seperti Madinah al Munawarah pada masa Rosulullah SAW. Namun demi menjaga persatuan ummat Islam yang kala itu jumlah belum banyak, beliau memutuskan untuk hijrah (melayur) ke Pulau Sumatera. Dari tanah Banten beliau menyeberang ke Tanjung Tua-ujung paling selatan Pulau Sumatera-. Kemudian menyusuri pesisir timur, yaitu daerah Ketapang-Menggala-Komering-Palembang-Enim dan Tiba di Tanah Pasemah lalu menetap disana tepatnya di Perdipe.

Disepanjang perjalanan, sebagai seorang mubaligh beliau selalu mendatangi tempat-tempat dimana masyarakat masih belum mengenal agamaTauhid dan akhlaqul qarimah, untuk mengajarkan nilai-nilai ajaran Islam dengan metode yang sangat sederhana yaitu memepergunakan kultur budaya masyarakat setempat sehingga dapat dimengerti dengan mudah oleh seluruh lapisan masyarakat.

Dalam kehidupan bermasyarakat beberapa suku di perdalaman Sumatera Bagian Selatan, Puyang Awak adalah penyebar agama Islam yang sangat kharismatik. Nama beliau menjadi legenda dari generasi ke generasi terutama sikap beliau yang menunjukkan rasa peduli dan kasih sayang yang sangat tinggi terhadap semua makhluk ciptaan Allah.

Di tanah Pasemah pada waktu itu, Puyang Awak melihat pola hidup masyarakat sangat jauh dari kehidupan yang islami.Adanya praktek-praktek perbudakan dikalangan masyarakat.Perampokan dan penjarahan bagkan penculikan terhadap wanita dan anak-anak dari suku-suku lain disekitar Basemah [dalam bahasa basemah disebut ’nampu’] untuk dijadikan budak [dalam bahasa pasemah disebut ’pacal’], dianggap suatu kebanggaan. Bahkan ada satu keluarga besar yang memiliki ratusan ekor kerbau dan sapi serta puluhan orang pical, pada waktu ia mengadakan suatu pesta pernikahan anaknya, dengan pesta besar-besaran dengan menyembelih puluhan ekor sapi dan kerbau. Untuk menambah ’kebanggaan’ dari keluarga tersebut, maka diumumkan bahwa yang punya hajatan juga akan ’menyembelih seorang pacal’. Suatu bentuk kedzaliman yang melebihi perbuatan kaum jahiliyah Suku Quraisy di Kota Mekkah pada zaman nabi Muhammad SAW.

Pola hidup masyarakat Basemah yang liar, zalim, dan biadab seperti itu, bukan hanya diceritakan kembali secara turun-tumurun dari generasi ke generasi, melainkan tercatat pula pada tulisan-tulisan kuno aksara ka-ga-nga yang dijadikan benda-benda pusaka oleh tua-tua adat dari suku-suku sekitar Basemah, antara lain di daerah Enim. Intinya memperingatkan warga agar berhati-hati dan selalu waspada terhadap kedatangan para perampok dari Basemah yang sering menjarah harta benda serta menculik wanita dan anak-anak mereka. Bahkan selain itu Marco Polo [abad12], membuat catatan khusus tentang Basemah yang berbunyi..’Basma, where the people’s like a beast withuot law or religion....’ [basemah, penduduknya bagaikan binatang buas, tanpa aturan atau agama ]

Puyang Awak yang memperhatikan kehidupan suku Basemah yang liar, zalim tanpa hukum dan agama tersebut, justru berpendapat bahwa di tanah basemah inilah tempat yang tepat untuk menyebarkan ajaran-ajaran Islam yang bersumber dari Kitab Suci Al-Qur’an yang diturunkan ALLAH SWT kepada nabi Muhammad SAW, untuk meng-agama-kan masyarakat yang belum beragama.

Akan tetapi perlu kita fahami bahwa metode yang dipergunakan oleh Puyang Awak dalam menyebarkan ajaran Islam yang mendasar tersebut, tidak mempergunakan bahasa Arab, melainkan beliau rumuskan kedalam bahasa Pasemah yang cukup dikenal sampai saat ini yaitu ’falsafah GANTI nga TUNGGUAN [Akhlakul Karimah].





C. Hubungan Darah Syaikh Baharudin dengan Sunan Gunung Jati



Mengutip dari buku ”Kisah Walisongo”, Karya Baidhowi Syamsuri, terbitan Apollo Surabaya didapatkan data sebagai berikut.

Adalah dua orang putra Prabu Siliwangi bernama Pangeran Walang Sungsang dan Putri Rara Santang belajar Dinul Islam kepada Syaikh Idlofo Mahdi atau Syaikh Dzathul Kahfi-seorang Ulama dari Baghdad yang menetap di Cirebon dan mendirikan Perguruan Islam. Karena kedua anak Raja Siliwangi tersebut tidak mendapat izin dari sang ayah, maka mereka melarikan diri ke Gunung Jati untuk belajar tentang Islam. Setelah cukup lama menuntut ilmu, keduanya diperintahkan sang syaikh untuk membuka hutan di selatan Gunung Jati yang kemudian dijadikan pedukuhan yang akhirnya menjadi ramai. Tempat ini kemudian dinamakan ”Tegal Alang-Alang” dan Pangeran Walang Sungsang diberi gelar ”Pangeran Cakra Buana” serta diangkat sebagai pimpinannya.

Syaikh Kahfi atau Datuk Kahfi memerintahkan kepada kedua muridnya tersebut untuk menunaikan haji ke Mekkah dilanjutkan dengan belajar Islam kepada Syaikh Bayanillah. Akhirnya Rara Santang menikah dengan seorang penguasa Mesir keturunan Bani Hasyim yang bernama Sultan Syarif Abdullah-dikenal juga dengan Sultan Syarif Abdullah Maulana Huda. Rara Santang namanya diganti dengan Syarifah Mudaim. Dari pernikahan ini lahirlah dua orang putra, Syarif Hidayatullah dan adiknya Syarif Nurullah.

Setelah Sultan Syarif Abdullah wafat, kedudukannya digantikan oleh putra keduanya Syarif Nurullah, karena putra pertamanya Syarif Hidayatullah tidak suka naik takhta dan lebih memilih pulang ke tanah Jawa beserta ibunya untuk mendakwahkan Islam. Syarif Hidayatullah inilah yang kemudian dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati yang bersama-sama Senopati Demak Bintoro, yaitu Fatahillah yang melakukan penyerangan dan pengusiran Bangsa Portugis dari Sunda Kelapa.

Sedangkan Pangeran Cakra Buana setelah tinggal tiga tahun di Mesir kembali ke Jawa dan mendirikan negeri baru yaitu Caruban Larang. Prabu Siliwangi sebagai penguasa Jawa Barat telah merestui tampuk pemerintahan putranya ini dan memerinya gelar ”Sri Manggana”.

Dalam perjalanan dakwahnya, Sunan Gunung Jati telah sampai ke negeri Cina, dimana terdapat undang-undang yang melarang rakyatnya memeluk Islam. Disana beliau membuka praktek sistem pengobatan. Setiap yang datang berobat diajarinya berwudhu dan sholat. Orang cina kemudian mengenalnya sebagai sinshe dari jawa yang sakti dan berilmu tinggi. Akhirnya banyak diantara penduduknya memeluk Islam, termasuk seorang menteri Cina bernama Pai Lian Bang. Bahkan Kaisar Cina meminta Sunan Gunung Jati untuk menikahi putrinya yang bernama Ong Tien. Sunan Gunung Jati tidak mau mengecewakan sang kaisar, maka pernikahan tersebut dilangsungkan, kemudian ia pulang ke Jawa beserta Ong Tien.

Keberangkatannya ke Jawa dikawal dua Kapal Kerajaan yang dikepalai murid Sunan Gunung Jati, Pai Lian Bang. Kapal yang ditumpangi oleh Sunan Gung Jati berangat lebih dahulu dan singgah di Sriwijaya karena tersiar kabar bahwa adipati Sriwijaya yang berasal dari Majapahit bernama Ario Damar atau Ario Abdillah (nama Islamnya) telah meninggal dunia. Makam beliau dapat kita lihat sampai sekarang di Jalan Ariodillah Palembang. Sedangkan Ario Abdillah ini adalah anak tiri dari Fatahillah.

Karena kedua putra dari Ario Abdillah telah menetap di Jawa, maka Sunan Gunung Jati mengharapkan agar rakyat Sriwijaya berkenan mengangkat Pai Lian Bang sebagai adipati supaya tidak ada kekosongan kepemimpinan. Pai Lian Bang tidak menolak atas pengangkatannya, ia berkata : ”...seandainya bukan Sunan Gunung Jati sebagai guruku yang menyuruhku, maka aku tidak akan mau diangkat menjadi adipati...”.

Dengan bekal ilmu selama menjadi menteri di Cina, Pai Lian Bang berhasil membangun Sriwijaya. Pesantren dan madrasah benar-benar dikembangkannya dan beliau menjadi Guru Besar dlam Ilmu Ketatanegaraan. Murid-muridnya cukup banyak yang datang dari Pulau Jawa dan Sumatera termasuklah seorang cucu Sunan Gunung Jati dari Putrinya Panembahan Ratu yang dinikahi oleh Danuresia (Empu Eyang Dade Abang) yang bernama Syaikh Nurqodim al Baharudin (di sumsel dikenal dengan Puyang Awak). Pada akhirnya setelah Pai Lian Bang wafat, Sriwijaya diganti nama menjadi PALEMBANG yang diambil dari nama PAI LIAN BANG.





D. Latar Belakang Mudzakarah ’Ulama Serumpun Melayu Tempo Dulu



Setiap ulama yang shohih dapat dikenali langkah-langkahnya yang senatiasa menyusuaikan dengan panduan Alqur-an dan sunnah Rosul. Demikian pula analisis kami terhadap gerakan yang dibangun Syaikh Nurqodim al-Baharudin. Dengan segala keterbatasannya selaku manusia biasa dan dengan kesemangatannya selaku hamba Allah yang diberi amanah ke’ulamaan beliau telah berupaya membangun tata kehidupan masyarakat madani yang di contohkan Rosulullah Muhammad SAW. Inilah latar belakang pokok mudzakarah tersebut yaitu ingin mewujudkan tata kehidupan masyarakat yang diatur dengan Syariat Dinullah dengan panduan dari Rosulnya. Beliau tidak bermaksud membangun kekuasan dengan sistem kerajaan. Namun masyarakat madani yang tunduk pada kepemimpinan Allah dan Rosul dengan ’Ulama sebagai Ulil Amrinya.

Kemudian dengan melihat situasi dan kondisi perkembangan Islam di Eropa, Afrika, Asia, hingga wilayah Nusantara memberikan peluang yang besar kepada para ’ulama untuk menyebarkan ajaran Islam ke seluruh dunia, sehingga memberi corak tersendiri dalam kehidupan bermasyarakat. Terciptanya kestabilitasan dan perbaikan sistem kehidupan yang meliputi aspek sosial, budaya, ekonomi, pemerintahan dan keamanan, militer dan ilmu pengetahuan merupakan salah satu effect positif penyebaran melalui Dakwah dan Jihad.

Di rumpun melayu, khususnya setelah terjadi kekosongan kekuasaan di wilayah Sumatera Selatan akibat runtuhnya kekuasaan Sriwijaya dan Majapahit, dan terjadinya peralihan kekuasaan dari kerajaan Demak ke Pajang dan Mataram, sementara di wilayah Besemah (Pagaralam) masyarakat mengalami disintegrasi nilai-nilai kebudayaan yang mengakibatkan terciptanya kekacauan dalam sistem kehidupan sosial kemasyarakatan sehingga mereka kehilangan norma dan aturan yang mengatur tatanan kehidupan sosial. Hal ini yang menjadi faktor kedua dan mengilhami proses penyebaran Islam di wilayah Besemah dan Semendo oleh para ’ulama melalui proses mudzakarah.

Demikianlah dua latar pokok munculnya pertemuan ulama pada masa itu, yaitu ittiba kepada panduan Allah dan Rosul dengan gambaran dalilnya antara lain Surah al Anfal ayat 72, mengenai perintah iman, hijrah dan jihad. Selanjutnya kedua, yaitu kondisi dunia dan ummat yang menghendaki para ’ulama agar bersepakat mengangkat Islam.



E. Lokasi dan Hasil Keputusan Mudzakarah Ulama Tempo Dulu



Keberadaan dan kegiatan dakwah yang dilakukan beliau lama-kelamaan mulai tersebar. Bahwa di daerah Batang Hari Sembilan telah ada seorang aulia yang bernama Syaikh Nur Qodim Al Baharudin. Banyaklah penghulu agama / pemuka agama dari berbagai daerah berdatangan memenuhi ajakan Puyang Nur Qodim untuk bermukim di Talang Tumutan Tujuh akhirnya diresmikanlah oleh Puyang Ratu Agung Empuh Eyang Dade Abang menjadi ”dusun Paradipe” (para penghulu agama) tahun1650 M / 1072 H sekarang dinamakan dusun Tue. Dari perluasan daerah inilah disebut wilayah jagad Semende Panjang Basemah Libagh.



Kegiatan pembukaan wilayah oleh Syaikh al Baharudin antara lain :

1. Pembukaan dusun dan Wilayah Pertanian Pagaruyung yang dipimpin oleh Puyang Ahmad Pendekar Raje Adat Pagaruyung dari Tanah Minang Kabau.

2. Pembaharuan dusun serta pemekaran Wilayah Peghapau yang dipimpin oleh Puyang Prikse Alam, dan Puyang Agung Nyawa beserta Puyang Tuan Kuase Raje Ulieh dari negeri Cina yang nama aslinya Ong Gun Tie

3. Pembukaan Dusun dengan pemukiman di dusun Muara Tenang oleh Putra Sunan Bonang dari Jawa. Di Tanjung Iman oleh Puyang Same Wali, di Padang Ratu oleh Puyang Nakanadin, di Tanjung Raye oleh Puyang Regan Bumi dan Tuan Guru Sakti Gumai serta di Tanjung Laut oleh Puyang Tuan Kacik berpusat di Pardipe

4. Pemekaran pembukaan wilayah Marga Semende, Muare Saung dan Marga Pulau Beringin (OKU).

5. Pembukaan wilaya Marga Semende Ulu Nasal dan Marga Semende Pajar Bulan Segirin Bengkulu

6. Pembukaan dusun dan wilayah pertanian di Lampung yakni Marga Semende Waitenang, Marga Semende Wai Seputih, Marga Semende Kasui, Marga Semende Peghung dan Marga Semende Ulak Rengas (Raje Mang Kute) Muchtar Alam..



Pendiri Adat Semende



1. a. Ratu Agung Umpu Eyang Dade Abang (Bapak Nur Qodim – Puyang Awak).

b. Puyang Awak Syaikh Nurqodim Al Baharudin



2. Puyang Mas Penghulu Ulama Panglima Perang dari Gheci Mataram Jawa.

3. Ahmad Pendekar Raje Adat Pagaruyung dari Minang Kabau (Sumbar).

4. Puyang Sang Ngerti Penghulu Agama dari Tebing Rindu Ati Bangkahulu (Bengkulu).

5. Puyang Perikse Alam dari Lubuk Dendan Mulak Basemah.

6. Puyang Agung Nyawe.

7. Puyang Lurus Sambung Ati dari gunung Puyung Banten Selatan Jabar.

8. Tuan Kuase Raje Ulie Depati Penanggungan.

9. Puyang Lebi Abdul Kahar dari Pulau Panggung.

10. Tuan Mas Pangeran Bonang Muara Tenang.

11. Regan Bumi Nakanadin samewali Tanjung Raya.

12. Tuan Kecil dari Tanjung Laut.



Mengenai hasil keputusan yang di dapat, antara lain adalah munculnya rumusan kesepakatan ulama mengenai tahapan waktu kaderisasi ummat dan masa tegaknya daulah Islam di Rumpun Melayu. Rumusan ini menggunakan bahasa melayu setempat yang tercatat sampai saat ini dan mengandung pesan yang amat kuat, yaitu ”Tujuh Ganti Sembilan Gilir”. Terjemahnya adalah tujuh generasi dan sembilan masa pergiliran Kesultanan”. Satu generasi adalah sekitar 40 tahun sehingga makna tujuh ganti adalah 280 tahun masa pengkaderan atau persiapan ummat ummat Islam untuk bangkit dan mengusir penjajah dari Eropa. Terbukti sekitar 300 tahun kemudian dari tahun 1650 penjajah belanda angkat kaki dari negeri ini. Kemudian Kesultanan Mataram sebagai pusat komunikasi dari kesultanan lain di rumpun melayu diberi batas amanah sampai ke 9 kepemimpinan untuk selanjutnya menegakkan Syariat Islam secara total.

Data mengenai ulama yang hadir antara lain 40 ulama Malaka yang berangkat dari Johor, utusan Mataram Raden Seto dan Raden Khatib dan beberapa utusan lain dari Pagaruyung dan beberapa dari wilayah Rumou Melayu lainnya. Lokasi Mudzakarah Ulama ini adalah di Dusun Perdipe (Para Dipo; para penghulu agama).



Demikianlah sekelumit data yang diperoleh, setelah dilakukan eksplorasi data literatur dan lapangan. Namun demikian segala sumber keterangan apabila bukan bersumber selain alqur-an akan ditemua ikhtilaf (perbedaan) seperti yang dijelaskanNYa dalam Surah Annisa 82. Maka kami pun membuka segala kesempatan untuk melengkapi, mengkoreksi dan meluruskan data sejarah ini.

Sumber :http://www.al-ulama.net/home-mainmenu-1/articles/103-sejarah-mudzakarah-ulama-abad-ke-17.html

Tunggu Tubang Adat Semende

Perihal harta waris dalam agama Islam mendapat tempat yang layak. Bahkan, pengajaran soal ini merupakan salah satu bagian yang wajib dipelajari kaum muslimin
Perihal waris yang merupakan salah satu hal yang rumit ini memang semestinya dipahami dengan baik. Sebab terkadang kita mendengar bahwa ada keluarga yang sampai ribut karena bertengkar soal harta warisan. Soal aturan dalam Islam bahwa laki-laki mendapatkan setengah dari harta, juga sering menjadi titik picu rumah tangga bertengkar. Apalagi jika anak dari ahli waris sudah berkeluarga. Hasutan dari pihak istri dan tuntutan anak-anak akan makin menambah runyam permasalahan.Dalam konteks ini, dalam ada istiadat orang Semende, ada yang namanya tunggu tubang. Tunggu tubang ini merupakan sistem kekeluargaan di mana hal untuk menjadi pewaris jatuh kepada pihak perempuan tertua.
Ini disebabkan adat Semendo menganut garis keturunan dari pihak ibu atau yang disebut matrilineal.

Misalnya, seorang ayah memiliki tiga anak. Anak pertama atau si sulung berjenis kelamin laki-laki. Anak kedua perempuan serta anak ketiga
laki-laki. Nah, hak rumah dan tanah jatuh kepada anak perempuan yang urutannya kedua tadi. Akan tetapi, jika tidak ada anak perempuan bagaimana? Kalau ini yang terjadi, pewarisnya bisa diberikan kepada laki-laki tertua atau istri dari anak laki-laki tertua. Kalaupun masih ada yang perempuan, tetapi dia tidak mau, pilihan-pilihan tadi bisa jadi alternatif. Yang penting, jika syarat tidak ada perempuan dalam struktur anak dalam keluarga, semua harus dipecahkan dengan musyawarah, dengan mufakat, dengan pemusyawaratan. Jadinya demokratis. Pada titik inilah, letak demokratis adat dalam suku Semendo ini.

Umumnya orang Semendo mewariskan harta berupa tanah, sawah, dan rumah. Tanah di sini dalam artian yang bisa diusahakan secara produktif. Maka itu, terkenal bahwa orang Semendo itu punya banyak ladang, sawah, atau kebun. Bahkan, secara berseloroh, orang Semendo disebut “James Bond” atau jeme Semende besak di kebon. Maksudnya, orang Semendo besar di kebun.
Tanah yang ada ini harus diusahakan berproduksi, tidak boleh berhenti. Sebab, dari sinilah semua kebutuhan keluarga besar dipenuhi. Kenapa demikian? Karena, mereka yang mendapatkan tunggu tubang tidak boleh menjual harta dan rumah. Rumah itu akan menjadi rumah tua di mana anak beranak akan berkumpul jika ada acara besar keluarga. Rumah itu akan menjadi simbol bahwa bangunan itu menjadi benteng pertahanan terakhir dari semua garis keturunan. Tidak hanya itu juga, tanah yang ada dan terus berproduksi itu juga berguna kalau ada keluarga yang membutuhkan. Artinya, beban mereka yang menjadi tunggu tubang ini berat. Tanah dan rumah tidak boleh dijual, sementara mereka menghidupi keluarga sambil menjadi kepala keluarga jika ada yang membutuhkan uang. Bisa dikatakan wajib hukumnya bagi tunggu tubang untuk memenuhi semua kebutuhan sanak keluarganya. Contohnya begini. Keponakan tunggu tubang butuh biaya untuk sekolah sedangkan orang tua kandung sedang tidak punya uang. Dalam kondisi demikian, perempuan yang menjadi tunggu tubang itu wajib memberikan uang untuk kebutuhan keponakannya tersebut. Demikian pula jika ada yang membutuhkan.
Kalaupun ada persoalan keluarga yang mendesak dan demikian penting, perempuan yang menjadi tunggu tubang juga harus ikut memfasilitasi agar persoalan itu segera diselesaikan.
Secara umum demikianlah sekelumit yang dimaksud dengan tunggu tubang. Kini, sesuai dengan judul pada tulisan yang dibuat ini, apakah dengan mekanisme adat yang demikian, masih relevan dengan kehidupan di masa sekarang. Penulis akan memberikan beberapa di antaranya.
Pertama, kita harus tetap memandang bahwa yang namanya aturan agama adalah mutlak. Adat harus bersendikan syariat. Benarlah kata mereka yang bersuku bangsa Minangkabau, yang mengatakan bahwa adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Adat itu sendinya syariat, sedangkan syariat itu adanya di kitab Allah atau Alquran.

Maka, kalau ada orang Semendo yang dengan kuat memegang tradisi agama Islam dengan tidak menganut paham tunggu tubang, kita juga harus bisa memandangnya secara bijak, itu pilihan, dan kita harus menghormati. Akan tetapi, buat mereka yang berkukuh bahwa ini adat dan harus diikuti, juga tidak menjadi masalah. Apalagi, meskipun sudah modern, tetap saja kebanyakan orang Semendo tetap menganut adat ini. Kalaupun tidak secara saklek, tetap saja orang tua sudah berpesan bahwa tanah dan rumah yang mengelola si anu sambil menunjuk anak perempuan tertuanya.

Kedua, manfaat dari adanya rumah besar. Dengan ketiadaan hak dari tunggu tubang untuk menjual rumah dan tanah, berakibat pada terpeliharanya warisan yang bersejarah. Dengan adanya rumah tua, semua anak dan cucu masih dapat berkumpul. Rumah tua itulah yang menjadi perlambang bahwa meskipun sudah merantau jauh ke negara atau daerah lain, tetap ada satu rumah untuk berkumpul bersama. Inilah nikmatnya berkumpul bersama. Coba saja bandingkan dengan beberapa keluarga yang lain, yang begitu bapaknya meninggal, rumah dan tanah langsung dijual untuk dibagi-bagi. Akhirnya tidak ada lagi tempat untuk keluarga besar berkumpul. Lambang sejarah dalam keluarga juga hilang. Kenangan akan masa lalu tidak mampu lagi dihadirkan lantaran rumah sebagai simbolnya sudah hilang. Demikian pula dengan segenap peninggalan keluarga, mungkin foto, benda peninggalan, serta silsilah keluarga tidak ada lagi. Dari pengalaman penulis saja, kekerabatan orang Semendo ini cukup kuat. Ada bahkan seorang kerabat penulis yang membuat tembe. Tembe itu garis silsilah keluarga. Dari moyang hingga cicit. Sehingga, sampai ke masa yang akan datang, sampai ke beberapa garis keturunan, masih bisa dilacak siapa saja kerabat yang ada. Sebuah keuntungan yang luar biasa bukan, jika dilihat dari sisi aset keluarga. Dari sini, penulis beranggapan untuk masalah ini, ada baiknya adat ini dikembangkan. Semata-mata agar semua keluarga punya tempat untuk berkumpul.
Ketiga, pemecahan masalah juga mudah dilakukan. Adanya tanggung jawab yang besar dari tunggu tubang membuat permasalahan yang ada pada keluarga besar akan terpecahkan. Tentu saja harus melibatkan tetua dari keluarga, misalnya uwak atau paman. Sering juga kita mendengar bahwa ada keluarga yang sulit sekali untuk memecahkan persoalan lantaran tidak ada yang dituakan atau dimintakan saran. Dengan adanya tunggu tubang, terbuka peluang untuk memecahkan semua persoalan dalam rumah tangga.

Keempat, secara ekonomi, ada topangan. Dengan kewajiban untuk meneruskan kebun dan ladang yang ada, membawa pengaruh pada perekonomian keluarga besar. Memang bukan berarti keluarga yang menjadi tunggu tubang tidak bisa menikmati, dia tetap bisa menikmati, tetapi harus juga memikirkan masa depan pewarisnya.

Umumnya, dengan kebun kopi atau cengkih, bahkan kini cokelat, atau pula padi, secara ekonomi, keluarga tunggu tubang juga tidak kekurangan. Dengan berusaha, tentu dia akan berpikir untuk meneruskan harta dan tanah ini kepada anak perempuan berikutnya. Dari sini kita mendapat pelajaran bahwa adat ini juga “memaksa” orang tua untuk meninggalkan harta yang cukup. Tentu bukan dalam artian berpikir pragmatis soal harta, melainkan lebih kepada tanggung jawab bahwa begitu dia mati, rumah dan tanah tetap hars ada demi kelanjutan ekonomi keluarga. Model ini juga membawa pengaruh yang positif bahwa harta yang ada benar-benar pas peruntukkannya. Tidak dipakai untuk sesuatu yang mubazir. Atau, dijual untuk keperluan pribadi. Adanya aset ini penulis kira merupakan langkah maju dari berpikirnya orang-orang Semendo. Bahwa dia harus memikirkan betapa esok hari atau di tahun yang akan datang kehidupan akan sulit. Jika tidak ditinggalkan harta dan tanah–tentunya juga termaktub pemahaman agama dan moralitas yang baik–anak-cucu akan kesulitan dalam mengarungi kehidupan. Sebuah proses berpikir yang visioner dan sebaiknya memang harus terus dilakukan. Paling tidak dengan budaya tunggu tubang ini ada usaha agar ada yang ditinggalkan sepeninggal diri orang itu. Oleh sebab itu, dari sini saja, hemat penulis, tunggu tubang masih relevan untuk diteruskan.

Sulmin Dulsari, warga Bandar Lampung bersuku Semende
Kutipan Dari Surat Kabar Lampung

Karakteristik Budaya Kabupaten Kaur

Kabupaten Kaur merupakan daerah yang mempunyai keragaman suku bangsa (etnik) yang secara toleran mampu hidup berdampingan dan menyebar di seluruh kabupaten. Keunikan dari heterogenitas masyarakat salah satunya karena letak gegrafis Kabupaten Kaur, yakni antara lingkungan daratan dan lautan, sehingga hidup masyarakat bergantung pada kedua wilayah tersebut.

Penduduk asli Kaur sulit untuk diketahui jumlahnya, karena belum pernah dibagi menurut penggolongan suku bangsanya. Struktur masyarakat Kabupaten Kaur paling tidak terdiri dari dua (2) suku asli, yaitu Serawai dengan marga Kaur, Luas dan Nasal dan suku Semendo/Pasemah dengan marga Sahung dan Padang Guci yang merupakan bagian dari etnis-etnis besar yang ada di Provinsi Sumatera Selatan. Suku Serawai kebanyakan tinggal di daerah Kaur Tengah dan Kaur Selatan, sedangkan suku Semendo/Pasemah tinggal di daerah Kaur Utara dan sebagaian kecil di daerah Kaur Tengah (Muara Sahung).
Adat budaya suku asli lebih dekat ke daratan menyebabkan pemanfaatan wilayah pesisir oleh masyarakat kurang mendapat perhatian. Mereka lebih cenderung untuk mengelolah lahan pertanian dan perdagangan dengan berbagai tanaman pangan dan perkebunan.

Suku Jawa, Batak, Minang, dan Lampung merupakan pendatang di Kabupaten Kaur. Sebagian besar suku Jawa merupakan transmigran yang tinggal di beberapa unit pemukiman transmigrasi, baik yang masih dalam pembinaan maupun telah menjadi desa definitif. Suku Batak dan Minang merupakan transmigran spontan, dimana suku Batak dan suku Minang datang karena berdagang. Demikian juga suku Lampung yang berdampingan dengan Kabupaten Kaur yang datang untuk mencari pekerjaan dan akhirnya menetap di Kaur.
http://kabkaur.blogspot.com/


TARI MUARA SEMBILAN DI ACARA JAMBORE PEMUDA INDONESIA

Pada Pentas Pergelaran Jambore Pemuda indonesia (JPI) pada tanggal 02 mei 2009 di daerah STQ kota Bengkulu Tari Persembahan Kabupaten Kaur sangat memukau Para Pengunjung, Tari ini diberi judul "Tarian Muara Sembilan" Tari ini menceritakan Bahwa kapupaten kaur mempunyai sembilan Muara (9) yaitu Muara padang guci, Muara kinal, Muara sahung, Muara tetap, muara sambat, muara nasal, dan muara Dua. duanyali kelupaan, Masing-masing daerah ini mempunyai Sumber daya alam yang bagus dan adat istiadat yang berbeda.dalam acara pergelaran ini, tidak hanya tarian yang ditampilkan akan tetapi Ada istilah kaur adalah "Ringit" yaitu pantun yang di diiringi Gitar tunggal.

Hari Ulang Tahun Ku


Hari ini ada yang bertambah dan ada yang berkurang. Bertambah, ya saya bertambah tua. Berkurang, ya jatah umur saya di dunia ini semakin berkurang. Orang bilang “menjadi tua itu pasti, menjadi dewasa adalah sebuah pilihan”. Sebenernya hari ini tidak ada yang spesial - bahkan terbilang sama - seperti hari - hari lainnya. Tetapi betapa kaget malam tadi tepat jam 12 wib tiba-tiba hpku berbunyi hingga bangunkan dari temapat tidur, pas saya lihat ada Ucapan ""Kakak ku tersayang....selamat Ulang Tahun ya...semoga kk Panjang Umur dan Mudah didapatkan Rezeki"" jujur kalu tidak ada yang menucapkan aku benar-beanr lupa bahwa malam itu pergantian Umurku.Orang yang menunggu waktu untuk mengucapkan ulang tahun itu tak lain adalah calon insriku yang tercinta....
Kembali saya merenung, apa saja yang sudah saya lakukan di tahun lalu dan apa yang akan saya lakukan di tahun depan. Hmm … baiklah, berikut ini adalah daftar yang harus saya lakukan di usia saya yang sudah semakin menanjak :
1. Menyelesaikan Kuliah
2. Menabung....
3. Bekerja...
4. Terus belajar. Ya, saya akan terus belajar, saya akan terus membaca buku, saya akan terus mencari ilmu dari siapapun
5. Mencari “tulang rusuk”. Saya jadi teringat kisah Nabi Adam AS dan Siti Hawa, setelah turun ke dunia mereka terpisah oleh benua yang berbeda, namun dengan izin Alloh swt, mereka dapat bertemu kembali. Itu zaman dulu, dimana belum ada peta, navigasi, komunikasi atau bahkan GPS. Tetapi hanya dengan izin Alloh swt. mereka dapat bertemu. Ya Alloh, pertemukanlah aku dengan jodoh yang telah engkau tetapkan.
6.Lebih mendekatkan diri kepada Alloh swt.
7. Bisa mengatur waktu.

Kearifan Lokal yang masih Bertahan

Mungkin hanya ini yang masih bertahan yang di pegang oleh masyarakat adat semende Ulu nasal yaitu dengan sebutan " PANGKU PALIARE" dimana setiap masyarakat pada tanggal 10 Muharam harus mengikuti Ritual ini dan setiap orang harus mengumpulkan 1 Ruas Lemang pada ketua adat, tujuan dari ini adalah untuk mendata seluruh masyarakat yang ada di desa ini. setelah lemang itu terkumpul kemudian dihitung bersama-sama.

Selain itu bertujuan untuk media berkumpul bersama-sama antar masyarakat di desa, dan membentuk silaturahmi....
mudah-mudahan penggalan cerita tidak jauh dari kesalahan.....

ini berikut sesajian yang dibacakan sebelum makan lemang bersama dan di samping merupakan tulisan Ka-ga-nga...ini menunjukan bahwa adat semende adalah suku tertua.
Tat kale bumi belum, langit belum ade dijadikah mangke ndike firman Allahku dan ta’ale, mengusik menggilang daki mangke ade bumi setuntung sengat. La ade bumi setuntung sengat mangke dibalik alam oleh ndike firman Allah dan ta’ale mangke disaut oleh Jibril mangke ade bumi sedepe lalat. La ade bumi sedepe lalat mangke dibalik alam oleh ndike firman Allah ku dan ta’ale mangke di saut oleh jibril mangke ade bumi setapak minring. La ade bumi setapak miring mangke ndike firman Allahku dan ta’ale menuduh damei bumi melinggan ndamei langit, ade langit sekencum payung. Mpai ade laut selibae pinggan mengembuskan napas, mangke ade angin mangke ade sir dengan hase.La ade bumi stapak miring dibalik alam oleh ndike firman Allah ku dan ta’ale mangke disaut oleh Jibril mangke ade bumi panjang sedepe.La ade bumi panjang sedepe dibalik alam oleh ndike firman Allah ku ta’ale disaut oleh Jibril mangke ade bumi panjang due.






KEARIFAN LOKAL SEBAGAI MODAL SOSIAL DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN

Setiap masyarkat yang berbeda geografisnya akan mengembangkan pranata-pranata dan kelembagaan yang sesuai dengan kondisi geografisnya masing-masing sebagai salah satu strategi adaptasi dalam berproduksi dan berproduksi. Olah karana itu, menemulenali unsur-unsur sosial budaya suatu masyarakat sanagt epnting dalam prisosnpemberdayaan dan pemabanguana bagi mereka. Mengiangat setiap masyarkat memliki potendi keswadyaaan sendiri-sendiri yang dilandasi oleh latr belakang sosisl budaya yangunikdankhsusus serta kondisi ekologi dan geografis yag berbeda-beda.(lihat Mubyarto, 1994).


Pentingnya budaya lokal dalam proses pembangunan juga dikemukakan oleh colletta (1987), ada tiga alasan pokok mengenai pemenfaatan unsur-unsur budaya lokal dalam melaksanakan pembangunan bagi masyarakat setempat. Pertama, unsur-unsur budaya lokal mempunyai legitimasi tradisional dimata masyarakat binaan yang menjadi sasaran program pemberdayaan dan pembangunan. Kedua, unsur-unsur budaya secara simbolis merupakan untuk komunikasi paling berharga dari penduduk setempat.ketiga,unsur-unsur budaya


mempunyai aneka ragam fungsi (baik yang terwujud maupun yang terpendam) yang sering menjadikannya sebagai sarana yang paling berguna untuk perubahan dibandingkan dengan yang tampak pada permukaan jika hanya dilihat dalam kaitan dengan fungsinya yang terwujud saja (lihat juga Dive, 1985).
Kearifan lokal (local wisdom) merupakan bagian dari sistem budaya, biasanya berupa larangan-larangan (tabu-tab) yang mengatur hubungan sosial maupun hubungan manusia dengan lingkungan Alamnya. Kearifan lokal berfungsi untuk menjaga kelestarian dan kesinambungan “aset” yang dimiliki suatu masyarakat sehingga masyarakat dapat terpenuhi kebutuhan-kebutuhannya dari generasi kegenerasi berikutnya, tanpa harus merusak atau menghabiskan “aset” tersebut. Oleh sebab itu, kearifan lokal selalu dijadikan pedoman atau acuan oleh masyarakat dalam bertindak atau berperilaku dalam praksis kehidupannya. Hal ini merupakan wujud dari kesadaran trehadap hukum kausalitas(sebab-akibat) dan pemahaman terhadap hubungan yang bersifat simbiosis mtualis.

Setiap masyarakat akan mengembangkan kearifan lokal sesuai dengan kondisi lingkungan sosialnya maupun lingkungan alamnya serta sistem pengetahuan yang dimilikinya. Berikut beberapa contoh kearifan lokal yang terdapat pada beberapa etnis di Bengkulu, seperti: Eknik Rejang yang dikenal sejak nenek moyangnya dahulu merupakan masyarakat yang bersomisili di tepian hutan, telah mengembangkan kearifan lokal untuk menjaga kelestarian hutan, berupa zonasi hutan (imbo-lem/hutan dalam-imbo u’ai atau hutan muda – penggea imbo atau hutan pinggiran), aturan-aturan tentang penanaman dan penebangan kayu, serta tata cara pembukaan ladang (lihat tjahjono, dkk, 1999).

Sedangkan etnik Serawaiyang diokenal sebagai tipikal masyarakat peladang, telah mengembangkan kearifan lokal dalam pembukaan ladang sedemikian. Menurut penjelasan, semula asa sekitar 20 jenis pantangan yang disebut celako humo atau cacat humo ini, namun dalam perkembangandewasa hanya tinggal sekitar 7 jenis yang masih dipertahankan, yaitu: ulu tulung buntu, sepelancar perahu, kijang ngulangi tai, macan merunggu, sepit panggang, bapak menunggu anak, dan nunggu sangkup. Bagi suku bangsa Serawai alasan yang melatar belakangi tabu-tabu celako humo dipahami secara transendental dalam bentuk justification: bahwa siapa yang melanggar pantangan tersebut akan terkena penyakit atau hasil ladangnya akan gagal. Substansi norma-norma yang terkandung didalam celako humo selaain mengandung aturan-aturan untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup (dimensi ekologis), juga mengandung etika sosial yang menempatkan sesorang pada kedudukan sosialnya. (lihat tjahjono,). Demikian pula pada etnik Enggano yang berdomisili di wilayah berekosistem pulau/pesisir mempunyai kearifan lokal dalam pengelolaan sumberdaya hutan dan kelautan, seperti aturan cara penangkapan ikan, lola’ (keong laut), teripang dan pelestarian terumbu karang (lihat tjahjono, 1995).

Geografi Budaya Masyarakat Bengkulu

Secara historis-geografis di Bengkulu ini mempunyai etnis lokal, seperti: Bengkulu Melayu, Rejang, Serawai, Lembak, Kaur, Semende, Kaur Nasal, Pasemah, Enggano, Muko-muko dan Pekal. Disamping etnis lokal tersebut, sekarang ini penduduk Bengkulu sangat heterogen sebagai dampak dari migrasi penduduk dari luar Propinsi Bengkulu dan sebagai daerah penerima/tujuan program transmigrasi. Menurut data dari Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk Bengkulu pada tahun 2006 sebanyak 1,6 juta jiwa, dengan tingkat kepadatan penduduk 83,33 jiwa/Km².


Propinsi Bengkulu terletak di antara 2° 17’ -- 3° 31’ Lintas Selatan dan 101° 01’ --103° 41’ Bujur Timur. Batas-batas wilaiyah Propinsi Bengkulu, yaitu: di sebelah Utara berbatasan dengan Propoinsi Sumatra barat, di sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia dan Propinsi Lampung, di sebelah Barat berbatasan dengan Samudra Indonesia di sebelah Timur berbatasan dengan Propinsi Jambi dan Propinsi Sumatra Selatan.


Luas wialayah Propinsi Bngkulu mencapai ±1.978.870 hektar atau 19.788,7 Kilometer persegi. Wilayah administrasi Propinsi Bengkulu memenjang dari perbatasan Propinsi Sumarta Barat sampai ke perbatasan Propinsi Lampung yang jaraknya ±567 kilometer. Bagian Timurnya berbukit-bukit dengan dataran tinggi yang subur, sedangkan bagian Barat merupakan dataran rendah yang relatif sempit, memanjang dari Utara ke Selatan serta diseling-selingi daerah yang bergelombang.

Topografi Propinsi Bengkulu dapat diklasifikasikanmenjadi: (a) low land, yaitu daerah yang berada pada ketinggian 0-100 di atas permukanaan laut, terdapat di sepanjang pantai. Luas daerah ini mencapai 708.435 ha atau 35,80%; (b) Bukit Range, daerah ini berada pada ketinggian 100-1000 meter di atas permuakaan laut. Terletak di sebelah Timur merupakan lereng pegunungan Bukit Barisan. Daerah ini di bagi menjadi dua kelompok yaitu derah dengan ketinggian antara 100-500 merer dan ketinggian antara 500-1000 meter. Luas daerah yang berada pada ketinggian 100-500 meter dari permukaan laut mencapai 625.323 ha atau 31,60%, sedangkan yang berada pada ketinggian antara 500-1000 meter dari permukaan laut luasnya mencapai 405.688 ha atau 20,50%; (c) daerah yang berada pada ketinggian 1000-2000 meterdi permukaan laut. Terletak lebih Timur dari jalur kedua sampai ke Puncak pegungan Bukit Barisan dan umumnya merupakan kegiatan vulkanis dan tektonis. Luas dearah pada ketnggai 1000-2000 meter dari permuakaan lautmencapai 239.924 ha atau 12,10%.

Berdasarkan topografi tersebut, wilayah permukiman mastarkat Bengkulu secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) masyarakat yang bermukiman di Daerah pesisir yagn merupakan low land. (2) masyarakat yang bermukim di daerah perbukitan/pegunungan. Masyarkat Bengkulu yang berada di daerah perbukitan/pegunungan, sebagian besar bermata pencaharian sebagai peladang atau pekebun dan seju8mlah kecil penduduk ada yang bekerja ditambang emas,yaitu di daerah Lebong Tandai-Ketahun dan sekitar Muara Aman.


Perlu untuk dipahami, jika membahas wilayah pesisir dibengkulu tidak harus selalu dipersepsikan pada jenis pekerjaan tertentu. Artinya jika membicarakan wilayah pesisir di Bengkulu tidak semata-mata harus dihubungkan dengan kegiatan nelayan (kelautan) saja. Pembagian wilayah pesisir dengan perbukitan/pegunungan di bengkulu didalam tulisan ini merupakan konsep kewilayahan. Wilayah pesisir dan laut merupakan tatanan ekosistem yang memiliki hubungan sangat erat dengan daerah lahan atas (upland), baik melalui aliran air sungai, air permukaan (run off) maupun air tanah (ground water) serta kegiatan manusia. Keterkaitan tesebut menyebabkan terbentuknya kompleksitas dan kerentanan diwilayah pesisir (sadeli, dkk, 2003). Masyarakat pesisir dibengkulu sebagian memang bermata pencaharian sebagai nelayan tetapi banyak juga penduduk desa diwilayah pesisir yang mata pencahariannya disektor pertanian dan perkebunan. Disamping itu, beberapa kota di propinsi bengkulu (seperti: kota muko-muko, bengkulu, manna dan kaur) memang terletak di pesisir, sebagai mana lazimnya masyarakat perkotaan yang telah mengalami berbagai diversifikasi pekerjaan, maka banyak penduduk di kota-kota tersebut yang bekerja disektor perdagangan, perindustrian, pemerintah, jasa konstruksi, transportasi dan lain sebagainya. Oleh karena itu, pengelolaan wilayah pesisir di Bengkulu membutuhkan kerja sama yang baik antar-stakeholder, baik yang berada diwilayah pesisir itu sendiri maupun yang berada didaerah perbukitan/pegunungan

Batas Wilayah dan Makna Sejarah

Sebuah Renungan Konflik Tapal batas Di Bengkulu
Oleh : M. Ichwan Anwar


Akhir-akhir ini kita disugukan pemberitaan yang marak soal-soal batas wilayah (tapal batas) yang melibatkan kabupaten induk dengan kabupaten yang dimekaran di beberapa daerah di provinsi Bengkulu. Persoalan ini sempat meruncing. Yang memprihatinkan, konflik bukan hanya ditingkat elit (Pemerintah dan DPRD), tetapi menyeret masyarakat untuk terlibat. Dampak sunggu menyedihkan, kelompok masyarakat berhadapan, senjata bebicara korban pun berjatuhan.

Kondisi ini membuat kita miris. Sebagai bangsa yang terus mendengungkan persatuan dan kesatuan, di Bengkulu dihadapkan pada persoalan tapal batas yang rawan perpecahan. Semuah komponen diharapkan mencurahkan perhatian pada persoalan yang tidak ringan ini. Pemerintah, Legislatif, kelompok masyarakat, apapun namanya untuk fokus mencari solusi. Bukan ngompori atau membawa api.
Dalam lembar sejarah Bengkulu, konflik antar warga pernah terjadi. Peristiwa masa lampau ini hendaknya menjadi pelajaran, bahwa persoalan yang dihadapi hendaknya diselesaikan dengan musyawarah. Apalagi yang terlibat adalah kelompok masyarakat yang terbilang masi saudara dalam ikatan emosional. Kabupaten Rejang Lebong, Lebong, Kepahiang dan Bengkulu Utara terjalin dalam pertalian darah yang terkenal dengan Rejang Empat Petulai. Begitu juga Kabupaten Bengkulu Selatan, Seluma dan Kaur terjalin garis keturunan Serawai dan Pasemah.

Petulai menurut prof. DR. Abdullah Sidik adalah kesatuan kekeluargaan. Dalam pengertian umum, petulai dapat bearti tiang atau sistem. Kita tidak ingin suatu saat nanti julukan Jang empat Petulai yang menjadi kebangaan masyarakt Rejang menjadi ” Jang empat Helai”

Dunia Rasa Berkahir

Hari ini tepatnya tanggal 10 Januari 2008, Hatiku bak disambar petir, sedih dan rasanya pengen teriak sekendang-kencangnya agar semua bisa mengobati rasa sesak ini.
aku menerima SMS bahwa adekku mau nikah dengan umur 17 tahun, dan dari sifatnya aj masih kayak anak-anak, yang paling aku kecewa waktu itu dia masih duduk kelas 1 SMAN 1 Maje dia ngotot mau pindah sekolah alasan Bosan di kampung kalu tidak dipindahkan mau merantau atau nikah, dan akhirnya aku omongkan untuk lobo orang tua agar bisa menuruti kehendaknya pindah, aku berusaha mencari kesana kemari mencarikan sekolahnya untuk pidah, akhirnya ketemualh yang bisa nerima di SMA muhamddiayah 4 Kota Bengkulu, biaya yang harus dikeluarkan lumyan besar untuk kalangan keluarga sederha seperti tua aku yaitu untuk membayar uang bangunan dan sebagainya sebesar Rp 2,3 Jt belum lagi ditambah buku dan semua pakaian. akhirnya dia bisa sekolah di Muhamdiayah selama 8 bulan dengan mengekos di rumah kost dengan sewa sebesar 150rb/bln dan spp 100rb belum lagi uang belanja 500rb/bln.pokoknya lumayan besarlah untuk bisaya sekolahnya.....tapi pada saat sudah regestrasi dan semua kos dan spp sudah dibayar untuk tahun berikutnya dia memutuskan untuk berhenti sekolah dengan alasan tidak mau pisah dengan orang tua dan mau tinggal ma orang tua, aku sempat menagis menasehati dan menyarankan agar tetap sekolah paling tidak dapat ijazah sma cukuplah kalu mang tidak mau sekolah. namun perkataanku sia-sia semua menututnya benar, akhirnya rela atau tidak aku diam saja menuruti kehendaknya.......dan walau sudah berhenti masih banyak tuntutan lagi pengen dibelikan Motor akhirnya orang tua membelikan motor untuk dia.
pada saat sudah pilang kampung lebih kurang berjalan 2 bulan malah buat aku sakit dan marah besar lagi dan membuat aku dan orang tua sedih dan kesal yaitu pengen menikah
rela atau tidak rela harus Rela dengan pacarnya yang sama sekali tidak menamatkan Baku Sekolah Dasar (SD) aku coba naseati dengan lembut tidak didengarkan....akhirnya aku kasari dengan hati yang sangat panas "kalau terjadi pernikahan akaan aku bunuh laki-laki itu" dan jika dia nikah lari akan aku tuntut cowok itu karena pelarian anak orang tanpa seizin orang tua.
hatiku sedih banget harapanku tunggu 1 tahun atau 2 tahun lagi jika mau menikah,dan kalu bisa seolah dulu samapai selesai SMA. menurutku kalu uda tamat SMA pikiran uda agak dewasa.
entahlah....Pusing.....punya adek cewek bungsu satu-satunay yang mau seenaknya saja.
tanpa mau mendengar nasehat dari Kakak.
Mungkin ada yang mau ngasih solusi.....untuk bisa menenangkan hati......


Sejarah Penduduk Kaur

Penduduk Kaur terbentuk dari orang-orang yang berasal dari dataran tinggi Perbukitan Barisan, yaitu orang Rejang dan orang Pasemah (Palembang), orang Lampung, dan orang Minangkabau. Minangkabau yang masuk melalui Indrapura masuk sampai ke daerah Kaur (Bengkulu). Di sini mereka bercampur dengan kelompok lain yang berasal dari Palembang, sehingga membentuk suatu identitas baru, yaitu orang Kaur.

Misalnya, di Marga Muara Nasal (Kaur) sebagian penduduknya berasal dari Minangkabau. Menurut cerita rakyat, daerah pesisir pantai ini mulanya dihuni oleh suku Buai Harung (Waij Harung) dari landschap Haji (Karesidenan Palembang). Sejak sekitar abad ke-18, mereka mendirikan kolonisasi pertama di muara sungai Sambat yang selanjutnya berkembang sampai ke Muara Nasal. Akan tetapi, pada saat daerah itu diambil alih oleh orang-orang dari Pagaruyung yang masuk melalui Indrapura, sebagian dari mereka terdesak ke Lampung. Mereka bercampur dengan penduduk setempat sehingga dikenal sebagai orang Abung. Sebagian lain suku Buai Harung bercampur dengan orang Minangkabau dan menjadi orang Kaur.

Penduduk yang bermukim di Kaur juga merupakan percampuran antara orang dari sekitar Bengkulu dengan orang Pasemah. Misalnya, di dusun Muara Kinal (Marga Semidang), keberadaan penduduk dimulai dengan berdirinya pemukiman orang-orang dari sekitar Bengkulu (onderafdeeling Bengkulu). Pemukiman ini bergabung dengan pemukiman orang Gumai yang berasal dari Pasemah Lebar dan menjadi satu marga, yaitu marga Semidang Gumai.Pergerakan penduduk dari daerah sekitar menuju Bengkulu terus terjadi sampai sekitar abad ke-19, yaitu percampuran orang Pasemah dan orang Kaur yang dimulai dari kedatangan orang Pasemah yang mendirikan pemukiman di hulu sungai Air Tetap (Marga Ulu Tetap). Selanjutnya, mereka bergabung dengan orang Kaur yang bermukim di Marga Muara Tetap, dan gabungan dua marga ini menjadi Marga Tetap.

Di Kaur terdapat juga orang-orang dari daerah Semendo Darat dari Dataran Tinggi Palembang (Marga-marga Sindang Danau, Sungai Aro, dan Muara Sabung). Mereka bertempat tinggal di Muara Nasal, sekitar 15 km ke arah mudik dari Sungai Nasal, dan bernama Marga Ulu Nasal. Penduduk Marga Ulu Nasal terbentuk dari campuran orang-orang dari daerah Semendo Darat dan Mekakau (Palembang). Kemudian di daerah Manna terdapat orang Serawai, yang menurut legenda berasal dari Pasemah Lebar (Pagar Alam). Mereka berpindah dan bermukim di dusun Hulu Alas, Hulu Manna, Padang Guci, dan Ulu Kinal (daerah Manna). Daerah pantai Lais mendapatkan tambahan penduduk yang berasal dari Minangkabau. Kedatangan mereka diperkirakan berkaitan dengan kedatangan pangeran dari Minangkabau ke daerah orang Rejang dan mereka menjadi cikal bakal Kerajaan Sungai Lemau. Selain itu, di daerah pantai juga terdapat orang Melayu, mereka memiliki daerah pemukiman sendiri yang disebut dengan ‘pasar’ dan dipimpin oleh seorang datuk.

Di daerah pesisir orang Melayu juga bercampur dengan orang Rejang sehingga pemukiman-pemukiman orang Melayu ini masuk dalam pemerintahan marga. Meskipun demikian, dusun-dusun tersebut tetap dengan sebutannya ‘pasar’, seperti pasar Seblat, pasar Kerkap dan di pimpin oleh seorang datuk, tetapi dusun-dusun tersebut adalah bagian dari pemerintahan marga. Orang Rejang, orang Pasemah, orang Minangkabau, dan orang Lampung selanjutnya terikat dalam satu kesatuan wilayah, yaitu Keresidenan Bengkulu. Mereka tersebar di daerah-daerah Bengkulu sebagai berikut:

1). Kelompok orang Rejang sebagian besar bermukim di daerah Rejang dan Lebong, dan sebagian lain berada di pesisir pantai bagian sebelah Barat dari Bukit Barisan, Lembak Beliti di Selatan, Seblat dan sampai ke Sungai Ipuh di sebelah Utara.
2). Kelompok Orang Pasemah atau Midden Maleiers yang dapat dibedakan menjadi:

(a).Orang Pasemah bermukim di bagian hulu sungai Manna, Air Kinal, dan Air Tello, dan di daerah aliran sungai Kedurang, dan sungai Padang Guci.
(b)Orang Serawai berada di daerah Manna, Bengkulu-Seluma, dan Rejang.
(c) Orang Semendo berada di daerah muara sungai Sungai Luas (Kaur)
(d) Orang Mekakau bermukim di hulu Air Nasal (Kaur) dan di marga Way Tenong (Krui).
(d) Orang Kaur bertempat tinggal di pesisir pantai daerah Kaur
(e)Orang Lampung bertempat tinggal di marga Way Tenong, sebagian besar daerah Krui, dan di aliran sungai Nasal (Kaur).
(f)Orang Minangkabau, terutama berada di daerah Muko-Muko.

Semoga tulisan ini menambah pengetahuan dan wawasan kita.

Sumber:http://adimarhaen.multiply.com